Surabaya, Lingkaran.net Undian nomor urut pasangan calon (paslon) dalam Pilgub Jatim 2024 sering kali dianggap sebagai momen yang penuh simbolisme dan keberuntungan.
Meskipun secara logis, nomor urut tidak secara langsung menentukan kemenangan dalam pemilu, persepsi di masyarakat seringkali berbeda. Nomor urut dapat memberikan kesan tersendiri bagi para pemilih, bahkan menjadi alat kampanye yang efektif jika dimanfaatkan dengan tepat oleh tim pemenangan.
Dalam setiap pemilihan, nomor urut tertentu kerap dianggap membawa peruntungan lebih. Misalnya, nomor urut 1 sering diidentikkan dengan kepemimpinan, awal yang baru, dan simbol keunggulan.
Sementara itu, nomor urut 2 mungkin dipandang sebagai pilihan alternatif yang memberikan keseimbangan atau sebagai representasi rakyat kecil. Nomor urut lainnya juga memiliki konotasi tersendiri di berbagai kebudayaan atau kepercayaan masyarakat.
Namun, penting untuk diingat bahwa adu keberuntungan dalam undian nomor urut hanyalah bagian dari permainan simbol.
Pada akhirnya, apa yang benar-benar menentukan adalah program, visi-misi, dan kedekatan paslon dengan kebutuhan masyarakat. Tim kampanye yang cerdas akan menjadikan nomor urut sebagai elemen komunikasi strategis, bukan sekadar angka keberuntungan.
Keberhasilan dalam Pilgub Jatim akan sangat ditentukan oleh bagaimana paslon mampu meraih simpati pemilih melalui kerja nyata, bukan semata-mata bergantung pada nomor urut yang didapat.
Masyarakat semakin cerdas dan kritis dalam memilih pemimpin, dan mereka akan menilai calon berdasarkan kapasitas dan rekam jejak, bukan hanya angka yang tercantum di kotak suara.
Sehingga, meski nomor urut menjadi simbol penting dalam tahapan Pilgub, yang terpenting tetaplah substansi dan kualitas kepemimpinan yang ditawarkan setiap pasangan calon.
1. Paslon Luluk Nur Hamidah dan Lukmanul Khakim
Pasangan ini mungkin lebih baru di kancah politik tingkat provinsi, namun bisa memberikan warna baru.
Luluk adalah figur yang mungkin dikenal di lingkaran aktivis atau politisi perempuan asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sementara Lukman—dengan potensi latar belakang dari sektor pemerintahan atau birokrasi—yang juga kader PKB bisa memperkuat kredibilitas pasangan ini.
Keduanya mungkin perlu bekerja keras untuk membangun popularitas, namun mereka bisa menjadi alternatif yang segar bagi pemilih yang ingin melihat kepemimpinan baru.
Luluk-Lukman harus menemukan cara untuk memperkenalkan diri dengan lebih luas kepada masyarakat Jatim. Mereka perlu menawarkan program yang berbeda dan lebih spesifik agar bisa bersaing dengan nama-nama besar di atas.
2. Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak
Khofifah Indar Parawansa, sebagai petahana, tentu memiliki keunggulan tersendiri. Berbekal pengalaman sebagai Gubernur Jatim dan Menteri Sosial, ia sudah terbukti memiliki kemampuan mengelola pemerintahan, termasuk dalam menghadapi tantangan pandemi dan pembangunan daerah.
Didampingi oleh Emil Dardak, yang juga seorang pemimpin muda dengan visi modern dan inovatif, pasangan ini memiliki kombinasi pengalaman dan perspektif segar yang kuat.
Emil Dardak yang juga Ketua DPD Demokrat Jatim dengan latar belakang sebagai mantan Bupati Trenggalek dan wakil gubernur, membawa energi muda dan inovasi dalam pemerintahan.
Khofifah-Emil akan mengandalkan capaian-capaian yang sudah diraih selama masa jabatan, serta pendekatan stabilitas dan kelanjutan pembangunan. Pasangan ini akan mendapat tantangan untuk meyakinkan publik bahwa mereka masih menjadi pilihan terbaik untuk lima tahun ke depan.
3. Tri Rismaharini dan KH Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans)
Tri Rismaharini yang akrab disapa Bu Risma terkenal atas transformasi besar-besaran Kota Surabaya. Risma adalah figur yang sangat dihormati. Kemampuannya dalam tata kelola kota dan pendekatan pro-rakyat akan menjadi nilai jual utama.
Risma memiliki reputasi yang kuat dalam hal pengentasan kemiskinan, pelayanan publik, dan infrastruktur. Dipasangkan dengan Gus Hans, seorang tokoh muda NU dan pengasuh pesantren, pasangan ini bisa memadukan elemen modernitas perkotaan dengan kekuatan basis pesantren dan umat.
Kombinasi ini bisa menarik pemilih dari berbagai latar belakang, terutama kaum Nahdliyin yang menjadi basis suara besar di Jatim.
Risma-Gus Hans berpotensi menciptakan gebrakan baru dengan membawa gagasan perubahan dan pendekatan pemerintahan yang lebih partisipatif dan inovatif, khususnya di sektor sosial dan perkotaan. Keduanya juga memiliki basis dukungan yang kuat dari kaum muda dan komunitas pesantren.
Setiap pasangan calon memiliki keunggulan yang unik. Khofifah-Emil dengan rekam jejak kepemimpinan yang stabil, Risma-Gus Hans dengan visi pembaruan yang kuat, dan Luluk-Lukman sebagai alternatif segar bagi pemilih yang mungkin mencari wajah baru di pemerintahan Jatim. Pilgub ini kemungkinan akan menjadi persaingan ketat antara pengalaman dan inovasi. Tim Redaksi