Lingkaran.net - Kinerja ekspor Indonesia tercatat masih cukup bagus pada semester I 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$19,48 miliar sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Tiga negara menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekspor nonmigas Indonesia, yakni China, Amerika Serikat (AS), dan India, yang secara kolektif menyumbang 41,34 persen dari total ekspor nonmigas selama semester pertama tahun ini.
“Tiongkok (China) tetap menjadi mitra dagang utama dengan nilai ekspor sebesar US$29,31 miliar atau sekitar 22,83 persen dari total ekspor nonmigas,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dikutip dari laman resmi BPS, Senin (4/7/2027).
Komoditas utama yang diekspor ke Negeri Tirai Bambu mencakup besi dan baja, bahan bakar mineral, serta produk nikel.
Sementara itu, ekspor ke Amerika Serikat tercatat sebesar US$14,79 miliar (11,52 persen), didominasi oleh mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki, serta pakaian dan aksesorisnya. India berada di posisi ketiga dengan nilai ekspor mencapai US$8,97 miliar (6,99 persen), yang banyak terdiri dari minyak kelapa sawit dan produk turunannya.
Total nilai ekspor Indonesia dalam periode Januari–Juni 2025 mencapai US$135,41 miliar. Naik 7,70 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh sektor industri pengolahan yang menyumbang US$107,60 miliar, meningkat 16,57 persen secara tahunan.
Komoditas unggulan masih menjadi andalan ekspor nasional. Ekspor besi dan baja tercatat US$13,79 miliar (naik 9,79 persen), sementara minyak kelapa sawit dan produk turunannya melonjak 24,81 persen menjadi US$11,43 miliar. Namun, ekspor batu bara justru merosot 21,09 persen menjadi US$11,97 miliar.
”Surplus sepanjang Januari–Juni 2025 ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar US$23,81 Miliar, sementara komoditas migas masih mengalami defisit US$8,83 Miliar,” kata Pudji Ismartini.
Dari sisi impor, Indonesia mengimpor barang senilai US$115,94 miliar, naik 5,25 persen dibanding tahun sebelumnya.
China juga menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai US$40 miliar atau hampir 40 persen dari total impor nonmigas. Mesin, peralatan mekanis dan elektrik, serta kendaraan menjadi produk yang paling banyak didatangkan dari negara tersebut.
Meskipun Indonesia mencatat surplus dengan sejumlah negara mitra, defisit perdagangan nonmigas masih terjadi, terutama dengan Tiongkok (US$10,69 miliar), Australia (US$2,39 miliar), dan Brasil (US$0,83 juta).
Sebaliknya, surplus terbesar tercatat dengan Amerika Serikat (US$9,92 miliar), India (US$6,64 miliar), dan Filipina (US$4,36 miliar).
Adapun secara bulanan, nilai ekspor Indonesia pada Juni 2025 mencapai US$23,44 miliar, tumbuh 11,29 persen dibandingkan Juni tahun lalu. Sementara nilai impor Juni 2025 naik 4,28 persen menjadi US$19,33 miliar.
Kinerja ekspor yang tetap solid, terutama ke pasar utama seperti Tiongkok, AS, dan India, menjadi sinyal positif bagi perekonomian nasional. Dengan terus mendorong diversifikasi pasar dan peningkatan nilai tambah komoditas, Indonesia berpeluang menjaga momentum surplus dagang di tengah ketidakpastian global.
Editor : Baehaqi
