Surabaya, Lingkaran.net Hasil Pilkada serentak 2024 menghadirkan kejutan besar di sejumlah wilayah Jawa Timur. Kepala daerah petahana di enam kabupaten, yakni Jombang, Jember, Situbondo, Lumajang, Mojokerto, dan Madiun, harus rela menelan kekalahan.
Pakar politik, Surokim Abdussalam, menilai fenomena ini sebagai bukti dinamika politik yang semakin kompleks.
Banyak petahana tumbang karena lawan yang mereka hadapi sangat kompetitif, terutama pasangan yang diusung oleh koalisi pemerintah, KIMplus. Persaingan kali ini jauh lebih berat, kata Surokim, Jumat (6/12/2024).
Faktor Utama Kekalahan Petahana
Menurut Surokim, kinerja petahana menjadi faktor penting yang memengaruhi peluang mereka untuk terpilih kembali. Saat tingkat kepuasan publik terhadap petahana berada di bawah 70%, peluang untuk bertahan semakin kecil.
Publik butuh pembuktian nyata dan inovasi baru. Jika petahana gagal menghadirkan hal itu, elektabilitasnya akan stagnan, jelasnya.
Selain itu, perubahan pola pemilih, terutama generasi milenial yang lebih rasional, turut menjadi tantangan berat. Kelompok ini tidak lagi loyal kepada petahana jika tidak ada program yang relevan dengan kebutuhan mereka.
Over-Pede dan Dukungan Semu
Surokim juga mencatat bahwa beberapa petahana terlalu percaya diri. Mereka terlena dengan dukungan semu dari lingkaran politiknya, sehingga gagal mengantisipasi kekuatan penantang.
Mempertahankan elektabilitas jauh lebih sulit daripada merebutnya. Banyak petahana mengira posisi mereka aman, padahal sebenarnya dukungan yang ada tidak solid, ungkapnya.
Motif Pemilih untuk Menghukum
Fenomena ini juga diperparah oleh kebosanan publik terhadap petahana. Surokim menyebut bahwa dalam Pilkada 2024, ada tren pemilih yang ingin memberikan hukuman kepada petahana melalui kotak suara.
Kelompok swing voters dan undecided voters, yang biasanya menjadi kunci kemenangan, cenderung tidak lagi berpihak pada petahana. Mereka lebih memilih wajah baru yang dianggap bisa membawa perubahan, tambahnya.
Pelajaran untuk Masa Depan
Surokim menilai, Pilkada 2024 memberikan pelajaran penting bagi kepala daerah. Kinerja nyata, inovasi, dan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat menjadi kunci mempertahankan kekuasaan.
Tantangan petahana kini semakin kompleks. Mereka harus mampu membaca dinamika elektoral dan menghadirkan terobosan, atau mereka akan tergilas oleh perubahan, tegasnya.
Dengan hasil mengejutkan ini, Pilkada 2024 menjadi momen refleksi bagi para pemimpin daerah bahwa mempertahankan kepercayaan publik adalah tantangan yang tidak bisa dianggap remeh. Alkalifi Abiyu
Editor : Redaksi