Lingkaran.net - Ketua DPRD Jawa Timur, Drs. M. Musyafak Rouf, melontarkan kritik tajam terhadap usulan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mengajukan program pembangunan senilai Rp10 triliun ke pemerintah pusat.
Ia menilai langkah tersebut tidak logis dan berpotensi menjadi “kamuflase manis” tanpa kepastian realisasi.
Menurut Musyafak, jika dihitung secara nasional, total pengajuan program dari seluruh daerah di Indonesia kini disebut mencapai sekitar Rp3.000 triliun. Angka tersebut, katanya, jauh di atas kapasitas riil keuangan negara.
“Enggak logis lah kalau sekian besar itu. APBN ae gak ono saiki ngajokno sakmunu. Belum tentu ada jatahnya. Kalau ditotal semua sak Indonesia iku 3.000 triliun. Duit e sopo? Iya kan?” ujar Musyafak di Gedung DPRD Jatim, Kamis (30/10/2025).
Politikus senior asal Surabaya itu menyebut, kebijakan membuka pengajuan tanpa batas dari daerah justru menimbulkan ilusi fiskal, seolah semua kebutuhan bisa dibiayai pusat. Padahal, menurutnya, perencanaan tanpa kepastian pagu hanya akan menjadi permainan angka di atas kertas.
“Perencanaan itu tidak boleh hanya untuk spekulasi. Negara ini butuh kepastian,” tegasnya.
Lebih lanjut, Musyafak menilai pola pengajuan seperti ini hanya menjadi hiasan politik belaka. Ia menyebutnya sebagai “kamuflase”, atau dalam istilah khasnya, “madu di hidung” — tampak manis di luar, tapi cepat hilang tanpa hasil nyata.
“Itu kan hanya dikasih kamuflase, madu di hidung saja. Ditampung-tampung ae, kan begitu,” sindirnya.
Musyafak mengingatkan, di tengah kondisi fiskal yang kian ketat akibat pemangkasan dana transfer pusat (TKD), pemerintah daerah seharusnya fokus pada program yang benar-benar prioritas dan bisa dieksekusi.
“Rakyat ini enggak butuh hanya dikasih omong-omongan, tetapi harus program yang memang betul-betul nanti itu mulai perencanaannya sampai pelaksanaannya betul-betul ada,” ujarnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menyampaikan bahwa Pemprov Jatim mengajukan usulan lintas kementerian senilai Rp10,047 triliun untuk tahun 2026.
Usulan tersebut disusun atas permintaan Kementerian Dalam Negeri untuk menutupi program prioritas yang tak dapat dibiayai melalui APBD akibat pengurangan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp2,8 triliun.
Namun, bagi Musyafak, transparansi dan logika fiskal tetap harus diutamakan. “Kalau cuma ditulis besar-besar, tapi tak ada jaminan realisasi, ya sama saja bohong,” pungkasnya.
Editor : Setiadi