Mojokerto, Lingkaran.net Di sebuah sudut desa yang tenang di Mojokerto, tepatnya di Bejijong, tersembunyi sebuah warisan budaya yang sangat berharga.
Di tengah gemerlap modernitas, tradisi cor kuningan tetap hidup di bawah tangan-tangan terampil para pengrajin.
Salah satu tokoh yang berperan penting dalam melestarikan tradisi ini adalah Agus Kasiyanto.
Pria sederhana berusia 50 tahun ini telah mengabdikan hidupnya untuk seni cor kuningan sejak tahun 1989.
Bengkel kecilnya yang terletak di jantung desa Bejijong menjadi saksi bisu perjalanan panjangnya dalam mengolah logam kuningan menjadi karya seni yang memukau.
Dengan sabar dan telaten, ia mewarisi ilmu dari generasi sebelumnya dan mengembangkannya menjadi sebuah bisnis yang sukses.
“Saya mulai belajar cor kuningan sejak kelas 2 SMP,” kata Agus dengan senyum khasnya.
Kepiawaiannya tidaklah instan. Ia memulai dengan membantu sang ayah membuat cetakan cor kuningan.
“Seiring berjalannya waktu, saya semakin tertarik dan akhirnya memutuskan untuk meneruskan usaha keluarga,” ungkapnya.
Proses pembuatan cor kuningan, menurut Agus, memang tidak mudah. Setiap detail, mulai dari pembuatan cetakan hingga finishing, membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang tinggi.
Namun, bagi Agus, setiap sentuhan pada logam kuningan adalah sebuah bentuk ekspresi diri. “Yang paling menantang adalah menciptakan desain yang unik dan berbeda dari yang lain,” ujarnya.
“Saya ingin karya saya tidak hanya indah, tapi juga memiliki nilai seni yang tinggi,” tambahnya.