Surabaya, Lingkaran.net Meski Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai salah satu provinsi dengan perekonomian terbesar di Indonesia, namun fakta miris masih terjadi.
Sejumlah daerah di Jawa Timur hingga tahun 2024 masih masuk kategori wilayah termiskin, dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 3,98 juta jiwa atau 9,79 persen.
Bahkan selama lebih dari 15 tahun terakhir, beberapa kabupaten terus bertahan dalam status daerah miskin. Wilayah-wilayah yang masuk kategori termiskin di Jawa Timur antara lain seluruh wilayah Pulau Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep), Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Tuban.
Daerah-daerah tersebut tercatat memiliki angka kemiskinan di kisaran 12 hingga 20 persen pada tahun 2024.
Tak hanya soal kemiskinan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga tergolong rendah, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya antara 66 hingga 70 poin, jauh di bawah rata-rata provinsi dan nasional.
Hal itu menjadi perhatian serius Panitia Khusus (Pansus) DPRD Jawa Timur dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RPJMD 2025-2029.
Juru Bicara Pansus, Hj. Lilik Hendarwati, menyebut bahwa tingginya angka kemiskinan di beberapa wilayah menjadi indikator bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan selama ini belum efektif.
"Selama lebih dari 15 tahun, kondisi ini tidak banyak berubah. Program pemerintah cenderung berjalan rutin tanpa terobosan berarti untuk menurunkan angka kemiskinan secara signifikan," tegas Hj. Lilik dalam rapat paripurna DPRD Jatim beberapa hari kemarin.
Pansus, kata Lilik, merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam RPJMD 2025-2029 memprioritaskan percepatan pengentasan kemiskinan dan pembangunan SDM, khususnya di daerah-daerah yang masuk kategori miskin.
Beberapa rekomendasi penting yang disampaikan antara lain mendorong kebijakan afirmatif yang kuat untuk percepatan penurunan angka kemiskinan hingga menyentuh satu digit.
Disamping itu, merevisi dan menghapus program-program kecil yang tidak berdampak, agar anggarannya bisa difokuskan pada program prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat miskin.
Serta memperkuat kolaborasi antar-OPD agar tidak terjadi tumpang tindih program dan anggaran lebih efisien.
"Hak dasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, harus menjadi prioritas utama pemerintah. Kami tidak ingin lagi melihat program-program yang hanya menghabiskan anggaran tapi tidak memberi dampak nyata," tambah politikus PKS ini.
Pansus juga mengingatkan agar pemerintah tidak lagi terjebak pada pola kerja business as usual. Jika tidak ada perubahan strategi, maka dikhawatirkan daerah-daerah tersebut akan terus tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur.
"Kami ingin RPJMD 2025-2029 menjadi momentum perubahan. Jangan hanya jadi dokumen perencanaan, tapi harus bisa diimplementasikan dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan masalah utama Jawa Timur, yaitu kemiskinan," pungkasnya. (*)
Editor : Alkalifi Abiyu