Lingkaran.net - pakar teknologi industri Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Tajuddin Bantacut mengungkapkan sejumlah ciri beras oplosan yang dapat dikenali secara kasat mata.
Ia mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap mutu beras yang beredar di pasaran.
“Ciri umum beras oplosan antara lain warna butir yang tidak seragam, ukuran yang bervariasi, serta tekstur nasi yang menjadi lembek saat dimasak,” ujarnya dalam website resmi IPB University, Minggu (13/7/2025).
Lebih lanjut, Prof Tajuddin menjelaskan bahwa beras oplosan sering kali dicampur dengan bahan asing, bahkan mengandung zat pewarna atau pengawet berbahaya yang dapat mengancam kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.
“Jika nasi yang dimasak berbeda dari biasanya, baik dari segi warna, aroma, atau tekstur, maka hal itu patut dicurigai sebagai beras oplosan,” tegasnya.
Tips Mendeteksi Beras Oplosan di Rumah
Prof Tajuddin memberikan beberapa tips bagi masyarakat untuk menghindari risiko beras oplosan. Pertama, hindari membeli beras tanpa label atau dari penjual yang tidak terpercaya.
Selanjutnya, perhatikan warna dan bau beras sebelum membeli. Setelah itu cuci beras sebelum dimasak dan periksa jika terdapat benda asing yang mengambang.
Selain itu, ia menyarankan agar beras disimpan maksimal enam bulan demi menjaga kualitasnya. Meskipun disimpan di tempat tertutup, beras tetap bisa rusak akibat suhu, kelembapan, hama, atau mikroorganisme.
“Beras yang rusak bisa saja dipoles ulang agar terlihat bagus, namun secara kualitas sudah tidak layak konsumsi. Apalagi jika mengandung bahan kimia, tentu berbahaya,” tambahnya.
Tiga Jenis Beras Oplosan yang Perlu Diwaspadai
Prof Tajuddin mengidentifikasi tiga kategori beras yang sering dioplos. Beras campuran, beras yang dicampur dengan bahan lain seperti jagung. Beras blended, campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa atau tekstur. Serta beras rusak yang dipoles ulang, beras berkualitas rendah atau rusak yang dikilapkan kembali agar terlihat segar.
Pentingnya Edukasi dan Pengawasan
Ia mengimbau agar masyarakat lebih teliti saat membeli beras dan mendukung edukasi luas mengenai dampak konsumsi beras yang tercemar.
“Sebagai negara agraris, Indonesia harus memperhatikan tidak hanya sisi produksi, tetapi juga distribusi dan konsumsi yang aman serta merata,” pungkasnya.
Editor : Setiadi