Lingkaran.net - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini mempromosikan Gama Asset Nusantara (Gana). Namun platform digital yang memuat kumpulan aset game berbasis budaya Indonesia menuai kritik.
Salah satu tanggapan datang dari Kris Antoni, CEO dari Toge Productions, studio game independen Indonesia yang dikenal luas secara internasional.
Baca juga: BNPT Sebut Roblox jadi Sarana Penyebaran Paham Radikal, Orang Tua Diminta Waspada
Dilansir laman kotakgame.com, Selasa (5/8/2025), dalam cuitannya di media sosial X, Kris menilai bahwa keberadaan Gana tidak begitu bermanfaat pada praktiknya, meskipun niatnya baik.
Ia mengungkapkan 3 alasan utama mengapa tidak menyarankan orang-orang untuk memakai aset-aset dari Gana.
Ia menekankan bahwa ketidakjelasan informasi legal seperti lisensi hak cipta (copyright), penggunaan, dan distribusi asetnya ini akan berpengaruh terhadap tidak adanya perlindungan hukum bagi aset-aset yang digunakan.
Tidak hanya itu, ia mengungkap bahwa sebagai platform yang terbuka, siapapun dapat ikut berkontribusi menjadi kreator di platform ini.
Baca juga: Ssstt...Info iPhone 17 Masuk Indonesia, Ini Bocoran Tanggalnya
Namun, minimnya kurasi menyebabkan banyaknya aset yang problematis, termasuk aset-aset yang dibuat menggunakan GenAI (generative AI) yang berpotensi melanggar hak cipta dan dibuat dengan interpretasi atau pemahaman budaya yang salah.
Ketiga, Kris juga mengkritik soal status aset game ini yang kebanyakan dibuat bekerjasama dengan universitas.
Menurutnya, aset-aset yang dibuat bukan oleh orang profesional kurang layak untuk dijadikan sebagai aset untuk proyek berbau komersil.
Baca juga: Windows 10 Akan Berakhir 14 Oktober 2025, Simak Dampaknya
Kritik ini menjadi cerminan keresahan sebagian pelaku industri kreatif, terutama mereka yang telah bertahun-tahun membangun ekosistem game lokal.
Meski niat awal BRIN patut diapresiasi, inisiatif seperti Gana akan lebih berdampak jika dikembangkan lewat kolaborasi erat antara institusi negara dan pelaku industri.
Editor : Zaki Zubaidi