Lingkaran.net - Harapan keluarga kecil di Desa Tapelan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, untuk melihat buah hati mereka sehat kembali mulai mendapat titik terang.
Nazril Izzan Khoirulloh (2), balita penderita penyakit langka Atresia Ani, kini mendapat perhatian langsung dari anggota DPRD Jawa Timur, Budiono.
Baca juga: Kenaikan PBB Bisa Picu Konflik Sosial, DPRD Jatim Ingatkan Pemda
Politisi Gerindra ini mendatangi kediaman Nazril pada Selasa (12/8/2025). Budiono disambut hangat oleh sang ibu, Juli Astutik (30), dan kakek Nazril.
“Kedatangan kami untuk memberikan dukungan kepada keluarga Nazril. Saya juga sudah menghubungi Ibu Dirut RS Dr. Soetomo Surabaya terkait operasinya,” ujar Budiono, yang juga berasal dari Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Bojonegoro.
Berdasarkan informasi dari rumah sakit, operasi lanjutan terhadap Nazril dijadwalkan pada 10 September 2025. Namun, Budiono meminta agar tindakan medis dilakukan lebih cepat jika memungkinkan.
Tak hanya itu, Budiono yang juga Wakil Ketua Komisi A ini juga berkomitmen membantu pembiayaan operasional keluarga selama proses pengobatan, termasuk transportasi Bojonegoro–Surabaya pulang-pergi.
Perjuangan Panjang Melawan Penyakit Langka
Baca juga: Fuad Benardi: Proposal Sumbangan 17 Agustus Wajar, Jangan Jadi Polemik
Nazril lahir tanpa anus, kondisi medis langka yang disebut Atresia Ani. Sejak usia dua hari, ia telah menjalani operasi besar di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, diikuti operasi kedua di Kediri saat berusia tiga bulan.
Namun, komplikasi muncul. Nazril tak bisa buang air kecil secara normal dan harus bergantung pada kateter seumur hidupnya.
“Kalau selangnya lepas, Nazril nggak bisa pipis. Dia nangis kesakitan,” ungkap sang ibu.
Baca juga: DPRD Jatim Usulkan Pembangunan Embung untuk Atasi Banjir dan Kekeringan
Selama dua tahun terakhir, Nazril sudah enam kali menjalani operasi tambahan akibat kateter yang sering terlepas.
Meski sempat dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo, keluarga harus menunggu lebih dari dua tahun hingga mendapat jadwal operasi lanjutan.
Sementara itu, kondisi ekonomi menjadi hambatan besar. Ayahnya, Moch Siswanto (40), bekerja sebagai buruh bangunan, sedangkan ibunya berjualan cireng dari rumah.
Editor : Setiadi