Lingkaran.net - Gelombang demonstrasi di Pati, Cirebon, Bone, dan Singkawang menjadi alarm penting bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk Jawa Timur.
Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur, Freddy Poernomo, mengingatkan Pemprov Jatim dan 38 kabupaten/kota untuk peka terhadap persoalan rakyat, terutama kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Baca juga: Fuad Benardi: Proposal Sumbangan 17 Agustus Wajar, Jangan Jadi Polemik
Menurut Freddy, aksi protes yang terjadi di berbagai daerah bukanlah fenomena sporadis, melainkan bagian dari persoalan struktural. Ia menilai kebijakan fiskal pasca-berlakunya UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) membuat daerah terdorong menaikkan PAD demi mendapatkan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang lebih besar dari pusat.
“Semakin tinggi PAD yang dipungut, terutama dari PBB, semakin besar pula dana transfer dari pusat. Inilah politik fiskal wortel dan tongkat versi baru,” ujar Freddy di Surabaya, Kamis (14/8/2025).
Freddy menjelaskan, tidak semua daerah memiliki sumber daya alam seperti tambang atau ladang migas. Di banyak wilayah yang miskin SDA, PBB menjadi urat nadi PAD. Akibatnya, kenaikan PBB bukan lagi pilihan, melainkan jalan terpaksa demi menjaga aliran dana dari pusat.
Ia mengkritik kebijakan pemerintah pusat yang dianggap dingin dan tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan. “Menaikkan PBB di daerah miskin berarti memungut pajak dari kantong yang sudah kosong,” tegasnya.
Baca juga: Perjuangan Balita Penderita Penyakit Langka di Bojonegoro, DPRD Jatim Turun Tangan Bantu Nazril
Politisi Golkar ini menilai, jika pemerintah pusat serius mencari solusi tanpa membebani rakyat kecil, opsi yang bisa dipertimbangkan adalah pajak kekayaan. Ia mencontohkan Inggris yang pernah memungut 10ri kekayaan orang superkaya untuk menyelamatkan fiskal negara.
“Hasilnya, bukan hanya kas negara selamat, tapi aset mati dijual, modal mengalir ke sektor produktif, dan ekonomi kembali bergerak,” ungkapnya.
Menurut Freddy, keberanian memajaki kekayaan besar adalah ujian moral dan kepemimpinan. Pajak yang adil, katanya, bukan hanya soal angka, tetapi juga soal keberpihakan.
Baca juga: DPRD Jatim Usulkan Pembangunan Embung untuk Atasi Banjir dan Kekeringan
Ia menegaskan bahwa membebani rakyat kecil dengan PBB demi menambal APBN adalah resep konflik sosial yang sulit dihindari.
Pemerintah daerah, sebagai pelaksana otonomi daerah, tetap harus memikul beban anggaran tinggi tanpa mengorbankan kesejahteraan warga.
“Kita bisa berdebat soal teknis dan risiko, tapi yang pasti, kebijakan PBB yang memberatkan hanya akan memicu gelombang protes yang tak selesai di jalanan,” pungkas Freddy Poernomo.
Editor : Setiadi