Lingkaran.net - Surabaya terus mengukuhkan posisinya sebagai pusat ekonomi kreatif dengan menggelar dialog kreatif bertajuk “Surabaya dalam Kartografi Kreatif: Dari Lintasan Dagang ke Ruang Identitas”. Acara ini menjadi bagian dari langkah strategis kota untuk masuk dalam UNESCO Creative Cities Network (UCCN) sebagai City of Gastronomy, sekaligus memperkuat jejaring nasional melalui program Kabupaten/Kota Kreatif (KaTa Kreatif).
Diskusi ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, yaitu Igak Satrya Wibawa selaku Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, Irvan Wahyudrajad selaku Kepala Bappeda Kota Surabaya, Dwinita Larasati dari Komite Eksekutif Indonesia Creative City Network dan Global Creative Economy Council, serta Prof. Dennis Cheek, pakar kreativitas dan inovasi dari Universitas Ciputra. Dialog tersebut membahas bagaimana Surabaya dapat memanfaatkan kekuatan budaya, sejarah, dan kreativitas untuk memperkuat identitas kota di tingkat global.
Kepala Bappeda Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad menyampaikan bahwa Surabaya bergerak menuju kota dunia yang berpengaruh dalam perekonomian, politik, dan budaya global, serta berperan sebagai simpul utama dalam jaringan ekonomi dan memfasilitasi arus global. Ia menekankan bahwa ekonomi kreatif bukan hanya sektor ekonomi baru, tetapi instrumen strategis untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kota dan menjadi pilar pembangunan yang inklusif, produktif, dan berkelanjutan.
"Pemerintah Kota Surabaya mendorong penguatan ekosistem ekonomi kreatif untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, dan memperkuat identitas kota sebagai pusat kreativitas nasional," jelasnya.
Sebagai bagian dari jalur rempah dunia, kota ini menjadi titik temu berbagai budaya yang melahirkan ragam kuliner khas seperti lontong balap, rujak cingur, dan pecel semanggi, serta hidangan hasil akulturasi seperti lontong mie dan bakso. Tradisi makan bersama dalam ritual sosial memperkuat keberlanjutan kuliner lintas generasi.
"Pemerintah juga menginisiasi kolaborasi lintas sektor, pengembangan ruang publik kreatif, kampung tematik, digitalisasi, pelatihan, serta penyelenggaraan festival kuliner seperti Festival Rujak Uleg dan Festival Soto Nusantara, serta pameran EastFood Indonesia International Food Expo & EastPack Surabaya 2025 sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem gastronomi yang lebih besar," katanya.
Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO Igak Satrya Wibawa menambahkan bahwa diskusi hari ini menunjukkan usaha kolaboratif yang diinisiasi Universitas Ciputra untuk mendukung langkah Surabaya menjadi kota gastronomi dunia.
"Kolaborasi ini dinilai penting untuk memperkuat posisi Surabaya di jejaring kota kreatif global, sekaligus memastikan bahwa pengembangan gastronomi tidak hanya berorientasi pada ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan budaya dan inovasi," ungkapnya.
Baca juga: Dari Kampus ke Lapangan: Entrepreneurial Project UC Wujudkan Inovasi Parkir Modern
Komite Eksekutif Indonesia Creative City Network dan Global Creative Economy Council Dwinita Larasati juga menekankan bahwa sesi Dialog Kreatif ini sangat substansial karena berupaya menavigasi arah dan fokus Surabaya dalam perjalanannya menuju kota kreatif dunia, sehingga setiap stakeholder dapat memahami perannya dalam ekosistem kreatif yang makin terakselerasi. Ia berharap dialog ini dapat menjadi pijakan bagi langkah berikutnya secara lebih strategis untuk mencapai cita-cita yang diharapkan.
Prof. Dennis Cheek menutup dengan pandangan bahwa acara hari ini menyoroti banyak aspek positif dari ekonomi kreatif di seluruh Indonesia.
"Diskusi ini mengingatkan semua pihak tentang tantangan dan peluang yang ada bagi para mahasiswa masa kini untuk memberikan jejak unik mereka di dunia, dimulai dari tingkat lokal dan kemudian ke mana pun karya mereka membawa mereka," tuturnya.
Pemilihan gastronomi sebagai subsektor unggulan bukan tanpa alasan. Berdasarkan kajian, sektor kuliner menyumbang rata-rata lebih dari 14 persen terhadap PDRB Surabaya dalam lima tahun terakhir, jauh melampaui rata-rata Jawa Timur yang hanya sekitar 5 persen. Selain kekuatan ekonomi, Surabaya juga memiliki modal budaya yang kuat.
Baca juga: Kementerian UMKM Luncurkan Program Akselerasi, Startup Dipersiapkan Tembus Pasar Global
Dalam forum yang berlangsung pada Kamis (6/12/2025) tersebut, para pembicara menekankan bahwa gastronomi bukan hanya soal rasa, tetapi juga medium budaya dan keberlanjutan. Surabaya diharapkan mampu memanfaatkan ekosistem kreatifnya, termasuk kampung tematik seperti Kampung Kue dan Kampung Semanggi, serta inovasi pengelolaan limbah pangan menuju zero waste.
Gastronomi menyentuh aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan sekaligus, menjadikan Surabaya unik sebagai kota megapolitan yang modern namun tetap berakar pada nilai-nilai lokal. Melalui branding “The Heroes of Gastronomy,” Surabaya ingin menampilkan citra kota yang mengakar secara budaya, inovatif secara ekonomi, dan strategis secara geopolitik.
Dengan dukungan pemerintah, akademisi, dan komunitas kreatif, Surabaya optimistis menjadi bagian dari jejaring kota kreatif dunia, menjadikan pangan sebagai medium perjuangan baru untuk ketahanan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Editor : Trisna Eka Aditya