Jember, Lingkaran.net Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Eko Yunianto, mendesak Pemerintah Kabupaten Jember dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar segera menyelesaikan proses penerbitan SK Biru, dokumen lanjutan dari Surat Keputusan (SK) Menteri LHK terkait pelepasan kawasan hutan di Jember, termasuk Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempurejo.
SK Menteri LHK Nomor SK.485/MENLHK/SETJEN/PLA.2/5/2023 telah diterbitkan sejak Mei 2023, namun hingga kini belum ada tindak lanjut berupa SK Biru yang menjadi dasar hukum untuk pengukuran dan sertifikasi tanah oleh BPN.
Baca juga: Teror Bus Trans Jatim Terekam CCTV, DPRD Jatim: Panggil Operatornya!
“Negara tidak boleh membiarkan rakyat terus hidup dalam ketidakpastian. SK Menteri sudah keluar sejak 2023, tapi sampai hari ini belum ada dokumen turunan yang bisa dijadikan dasar hukum,” tegas Eko Yunianto, Anggota Komisi A DPRD Jatim, Senin (7/7/2025).
Eko menyatakan bahwa keterlambatan penerbitan SK Biru bukan hanya soal administrasi, melainkan menyangkut hak dasar warga yang telah tinggal dan menggarap lahan secara turun-temurun, bahkan sejak sebelum kemerdekaan.
“Ini bukan sekadar legalisasi, ini perjuangan panjang rakyat desa untuk mendapatkan pengakuan atas tanah yang telah mereka garap. Kita bicara tentang hak hidup dan hak bermartabat,” tegas Eko.
Tanpa SK Biru, BPN tidak dapat melakukan pemetaan bidang tanah, verifikasi yuridis, hingga penerbitan sertifikat. Karena itu, Eko mendesak Bupati Jember agar segera mengajukan penerbitan SK Biru ke Kementerian LHK, baik melalui jalur formal maupun informal.
Baca juga: Program Makan Bergizi Gratis Belum Merata di Malang Raya, DPRD Jatim Usulkan Ini
Politikus PDI Perjuangan itu menilai Pemkab Jember memiliki peran penting dalam menindaklanjuti keputusan pusat.
“Bisa dilakukan lewat pertemuan resmi, atau diskusi informal bersama tokoh masyarakat. Yang penting, proses berjalan dan masyarakat tidak terus menunggu dalam ketidakjelasan,” ujarnya.
Eko juga menyampaikan bahwa Komisi A DPRD Jatim akan terus mengawal proses ini dan berdiri di sisi rakyat.
Baca juga: Fraksi PKS Minta Raperda Ketahanan Keluarga Masuk Prioritas RPJMD Jatim 2025–2029
Ia menekankan bahwa Reforma Agraria adalah kewajiban konstitusional negara, bukan sekadar program pembangunan.
“Kami tidak ingin ada satu jengkal pun hak rakyat digantungkan karena kelambanan birokrasi,” tutup Eko. (*)
Editor : Alkalifi Abiyu