Lingkaran.net - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Jawa Timur menyoroti rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2025 yang dinilai masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar, terutama terkait peningkatan target pendapatan dan membengkaknya belanja daerah.
Juru Bicara Fraksi PKS, Lilik Hendarwati, menyampaikan bahwa pembahasan P-APBD 2025 berlangsung dalam situasi geo-ekonomi global yang tidak bersahabat. Tingginya suku bunga The Fed dan European Central Bank, perang dagang Indonesia–Amerika, serta stagnasi ekonomi dunia yang hanya tumbuh 3,0% pada 2025, dinilai berpengaruh langsung pada kondisi ekonomi daerah.
“Beban masyarakat Jawa Timur saat ini semakin berat. Harga kebutuhan pokok naik, pendapatan stagnan, dan daya beli menurun. Karena itu, P-APBD 2025 harus lebih responsif, tidak sekadar program permen pemanis jangka pendek,” tegas Lilik dalam sidang paripurna dengan agenda PU Fraksi terhadap Raperda tentang P-APBD 2025, Selasa (19/8/2025).
Pendapatan Naik, Defisit Melebar
Dalam Raperda P-APBD 2025, pendapatan daerah diproyeksikan naik sebesar Rp91,18 miliar menjadi Rp28,53 triliun. Kenaikan terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang melonjak Rp283,49 miliar. Namun, pada saat yang sama, belanja daerah justru membengkak Rp2,71 triliun menjadi Rp32,93 triliun.
Akibatnya, defisit anggaran melebar drastis dari Rp1,77 triliun menjadi Rp4,39 triliun. Defisit ini akan ditutup dengan penerimaan pembiayaan netto dari SiLPA 2024 sebesar Rp4,7 triliun.
“Karakter APBD kita masih besar pasak daripada tiang. Lonjakan belanja daerah harus dipastikan benar-benar produktif dan menyentuh kebutuhan rakyat,” kata Lilik yang juga Ketua Fraksi PKS ini.
Pajak dan Retribusi Jangan Jadi Beban Rakyat
Fraksi PKS memberi catatan khusus atas kenaikan target pajak daerah sebesar Rp103 miliar dan retribusi daerah Rp161 miliar. Menurut PKS, tambahan target ini tidak boleh dibebankan kepada masyarakat yang daya belinya sedang melemah.
Data penjualan kendaraan di semester I/2025 turun -8,06% (y-o-y), sementara pertumbuhan kendaraan baru anjlok -20%. Kondisi ini membuat realisasi pajak kendaraan bermotor (PKB) juga turun -3,86%.
“Pemprov harus memastikan kenaikan target pajak dan retribusi berasal dari intensifikasi, bukan kenaikan tarif yang membebani rakyat. Kami minta keringanan PKB dan BBNKB tetap dipertahankan, serta pembebasan pajak bagi kelompok rentan diperluas,” tegasnya.
Selain itu, PKS menyoroti lemahnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang masih stagnan dalam menyumbang dividen, serta menilai target pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah terlalu rendah dibanding potensi riil.
SiLPA Tinggi Jadi Warning
Fraksi PKS juga menyoroti besarnya SiLPA tahun 2024 yang mencapai Rp4,7 triliun. Angka ini dinilai sebagai peringatan adanya kelemahan perencanaan, lemahnya serapan anggaran, serta tidak efektifnya pelaksanaan lelang proyek.
“Dana mengendap karena realisasi belanja yang rendah justru merugikan masyarakat. Ke depan, penggunaan SiLPA harus benar-benar diarahkan untuk belanja yang menyentuh kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, hingga transportasi publik,” jelas Lilik.
PKS menegaskan, anggaran bukan sekadar permainan angka, melainkan instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan. P-APBD 2025 harus menjadi alat pemulihan sosial-ekonomi masyarakat di tengah tekanan global.
“Anggaran adalah instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan tujuan itu sendiri. Kami ingin realokasi belanja betul-betul berangkat dari evaluasi, sehingga masyarakat merasakan langsung dampak pembangunan,” pungkas Lilik.
Editor : Setiadi
