Lingkaran.net - Bencana hidrometeorologi parah melanda sebagian besar wilayah Sumatera pada akhir November lalu.
Kombinasi antara hujan tanpa henti selama berhari-hari, kontur geografis yang rentan, dan dugaan alih fungsi lahan memicu luapan sungai masif, tanah longsor, dan banjir bandang yang menyeret material lumpur pekat.
Insiden ini tidak hanya merenggut harta benda, tetapi juga melumpuhkan akses vital di empat wilayah yang tercatat mengalami kerusakan paling signifikan.
Menurut laporan resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah, cakupan bencana kali ini tergolong luas. Sumatera, dengan lanskap yang didominasi pegunungan dan dialiri sungai-sungai besar, menunjukkan kerentanan akutnya terhadap curah hujan yang berada jauh di atas ambang batas normal.
Pesisir Selatan, Sumatera Barat
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menjadi salah satu titik pusat kerusakan. Nagari (desa) di Kecamatan Koto XI Tarusan dan Batang Kapas berubah fungsi menjadi jalur air dadakan akibat limpasan air perbukitan dan luapan sungai lokal.
Kontur wilayah pesisir yang memanjang membuat air sulit mengalir cepat ke laut, menyebabkan genangan bertahan lama di area permukiman. Dampaknya sangat parah: rumah-rumah rusak berat, dan akses Jalan Nasional sempat terputus total karena ketinggian air mencapai dada orang dewasa, secara efektif mengisolasi warga dari bantuan.
Agam dan Tanah Datar
Dua kabupaten lain di Sumatera Barat, Agam dan Tanah Datar, menghadapi kombinasi mematikan antara banjir bandang dan tanah longsor. Curah hujan ekstrem menyebabkan debit Sungai Batang Anai dan Batang Sianok tak tertampung, yang diperparah dengan longsoran dari tebing-tebing curam.
Material longsor, yang membawa serta pohon dan batu besar, meluncur tanpa hambatan, menghantam jalan raya dan permukiman yang berada tepat di kaki bukit. Kerusakan fasilitas publik yang meluas dilaporkan sangat menghambat upaya evakuasi dan respons darurat di lapangan.
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara
Di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, khususnya wilayah Barus, banjir bandang menerjang pemukiman warga setelah hujan deras semalaman. Sungai Barus meluap cepat, membawa material lumpur dari wilayah hulu.
Permukiman yang berada di bantaran sungai menjadi zona paling terdampak; kenaikan air yang mendadak menyebabkan warga tidak memiliki waktu untuk menyelamatkan aset penting. Pihak berwenang menyoroti adanya dugaan alih fungsi lahan di hulu sebagai faktor yang memperburuk kondisi banjir dan mempercepat laju air.
Aceh Singkil
Di ujung utara Sumatera, Aceh Singkil kembali teruji. Wilayah ini memang dikenal sebagai dataran rendah dan rawa yang rentan. Namun, intensitas banjir pada akhir November melampaui rata-rata.
Lebih dari separuh kecamatan dilaporkan terendam, terutama di sekitar sungai utama. Karakteristik wilayah dataran basah dan penurunan tanah membuat air sangat sulit surut, mengakibatkan banjir bertahan lebih lama dan menimbulkan kerugian yang berkepanjangan bagi masyarakat setempat.
Secara keseluruhan, rangkaian bencana ini menunjukkan rapuhnya bentang alam Sumatera ketika dihadapkan pada cuaca ekstrem yang datang tiba-tiba, menuntut evaluasi menyeluruh terhadap tata ruang dan program mitigasi bencana di masa depan.
Editor : Baehaqi