Lingkaran.net – Upaya memperkuat kolaborasi dalam merespon penyalahgunaan narkoba pada anak dan perempuan menjadi tema utama dialog bersama jurnalis yang digelar di Surabaya, Senin (25/8/2025). Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber lintas lembaga, mulai dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Surabaya, Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Surabaya, hingga Plato Foundation.
Kepala BNN Surabaya, Komisaris Besar Polisi Heru Prasetyo, SIK, M.Hum, dalam paparannya menegaskan bahwa hasil survei Indeks Kerawanan Narkoba (IKRN) tahun 2024 yang dirilis pada awal 2025 menunjukkan masih adanya kawasan rawan di Kota Pahlawan.
“Yang disurvei itu lurah, Babinsa, Babinkamtibmas, dan 30 warga. Hasilnya di tahun 2025 ini yang rawan itu dua, Kelurahan Balongsari Kecamatan Tandes dan Kelurahan Benowo. Statusnya rawan, selebihnya siaga dan aman. Surabaya tidak ada yang merah atau bahaya,” jelasnya.
Heru menambahkan, hasil survei juga diperkuat dengan hasil survei dari pihak intelejen kepolisian.
“Ada tambahan dari data intelijen teman-teman kepolisian, muncul kelurahan baru seperti Sawahan dan Sidotopo,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan terbesar dalam pemberantasan narkoba justru masih terletak pada rendahnya partisipasi masyarakat.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender dan Hak Anak (PUG-PHA) DP3A Surabaya, Relita Wulandari, menekankan pentingnya pencegahan berbasis komunitas. Ia menyebut program Kampung Ramah Perempuan dan Anak (KAS-RPA) sebagai salah satu strategi membangun lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak.
“Kas RPA dimaksudkan agar kampung bisa menjadi kampung baca, kampung kreatif, kampung asuh untuk menekan angka perkawinan anak, hingga kampung sehat yang bebas narkoba. Kami juga rutin menggelar sosialisasi dinamika remaja, menggandeng psikolog dan BNN. Tahun ini targetnya 300 sekolah,” ungkap Relita.
Senada dengan itu, Direktur Plato Foundation, Gita Amalia, S.Sos., M.Psi, menyoroti faktor psikologis yang membuat anak rentan terhadap penyalahgunaan narkoba.
“Selama anak tidak mendapatkan love language, mereka akan semakin jauh dari orang tuanya dan mencari coping stress lewat narkoba. Ketika ketahanan diri anak rendah, regulasi diri lemah, dan komunikasi tidak asertif, mereka menjadi sangat rentan. Bahkan dari tangkapan Satpol PP, seratus persen anak-anak itu pakai alkohol dan narkoba,” tegasnya.
Melalui dialog ini, para narasumber sepakat bahwa pencegahan narkoba membutuhkan sinergi lintas sektor, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, hingga peran aktif keluarga dan masyarakat.
Editor : Trisna Eka Aditya
