Surabaya, Lingkaran.net Kontroversi mencuat dalam Pilgub Jawa Timur 2024 setelah pasangan calon Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak memutuskan untuk tidak mencantumkan gelar akademis mereka dalam dokumen resmi yang diterbitkan KPU Jatim.
Keputusan ini menarik perhatian publik, terutama karena dua pasangan rival mereka, Tri Rismaharini – Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) dan Luluk Nur Hamidah – Lukmanul Khakim, menampilkan gelar akademis mereka secara lengkap.
Mengapa Khofifah-Emil, yang dikenal memiliki latar belakang akademis yang kuat, memilih untuk tampil tanpa gelar? Di sisi lain, Risma dan Luluk justru memanfaatkan gelar mereka untuk memperkuat citra kompetensi dalam kampanye.
Ketua KPU Jawa Timur, Aang Kunaifi, pun memberikan penjelasan terkait keputusan ini. Menurutnya, pencantuman gelar akademis atau tidaknya sepenuhnya diserahkan kepada pasangan calon dan tim mereka.
“Syarat minimal untuk pencalonan adalah lulusan SLTA atau SMA. Dokumen yang diserahkan kepada kami sudah sesuai dengan aturan tersebut,” ujar Aang usai menggelar media briefing persiapan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Tahun 2024, Jumat (20/9/2024).
Aang juga menegaskan bahwa setiap publikasi oleh KPU, termasuk foto dan dokumen pasangan calon, harus mendapat persetujuan dari tim penghubung resmi.
“Jadi, semua yang kami publikasikan sudah sesuai dengan apa yang diserahkan dan disetujui oleh tim masing-masing calon,” tambahnya.
Meskipun demikian, langkah Khofifah-Emil ini mengundang perdebatan. Beberapa pihak melihat keputusan untuk tidak mencantumkan gelar sebagai upaya untuk tampil lebih merakyat, menyasar segmen pemilih yang lebih luas tanpa terkesan eksklusif.
Namun, ada pula yang menilai ini sebagai langkah berisiko, mengingat gelar akademis sering dipandang sebagai indikator kompetensi dalam memimpin daerah besar seperti Jawa Timur.
Sementara itu, pasangan Tri Rismaharini – Gus Hans dan Luluk Nur Hamidah – Lukmanul Khakim, memanfaatkan gelar akademis mereka sebagai bagian dari strategi kampanye.
Gelar-gelar ini dianggap mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap kemampuan intelektual mereka dalam memimpin provinsi terbesar di Indonesia ini.
Dengan perbedaan strategi yang mencolok antara Khofifah-Emil dan rival-rivalnya, Pilgub Jatim 2024 semakin dinamis.
Apakah pilihan Khofifah-Emil untuk tidak menampilkan gelar akademis akan membantu mendekatkan mereka dengan pemilih, atau justru menjadi kelemahan yang dieksploitasi oleh lawan-lawan politik mereka? Hanya waktu yang bisa menjawab. Alkalifi Abiyu