Surabaya, Lingkaran.net Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) Surabaya melayangkan kritik keras terhadap wacana penulisan ulang sejarah Indonesia yang belakangan mengemuka di lingkungan pemerintah, khususnya Kementerian Kebudayaan.
Ketua DPC GSNI Surabaya, Reyki Khairan Ananta, menyebut langkah tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap integritas bangsa dan ancaman serius bagi generasi muda.
Sejarah harus berdiri di atas objektivitas dan kebenaran ilmiah, bukan tunduk pada kepentingan politik atau kekuasaan, tegas Reyki dalam siaran pers yang diterima Lingkaran.net, Jumat (13/6/2025).
GSNI Surabaya menolak segala bentuk manipulasi sejarah, termasuk penghilangan, pemolesan, hingga pengaburan peran tokoh-tokoh penting bangsa seperti Bung Karno.
Reyki menyebut, sejumlah narasi sejarah yang beredar di ruang publik dan buku pelajaran saat ini telah mengalami distorsi serius.
Peran Ir. Soekarno dalam membentuk jati diri bangsa secara perlahan mulai dipinggirkan. Sementara masa Orde Baru yang sarat pelanggaran HAM justru dikhawatirkan akan dipoles bersih lewat penulisan ulang sejarah ini, ungkapnya.
Menurut dia, revisi sejarah yang menghapus luka-luka masa laluseperti tragedi 1965, Petrus, Talangsari, hingga reformasi 1998adalah bentuk pengkhianatan terhadap generasi muda yang berhak mendapatkan pendidikan sejarah yang utuh dan jujur.Jika sejarah dibersihkan dari luka, maka kita tengah mengulang kekeliruan yang sama. Ini bukan hanya soal narasi, tapi soal ingatan kolektif bangsa, kata Reyki.
GSNI juga menyoroti evaluasi revisi kurikulum sejarah nasional yang sejak 2020 terus menjadi polemik. Rencana penghapusan sejarah sebagai mata pelajaran wajib di SMA/SMK sempat mengundang kecaman publik, meskipun kemudian diklarifikasi oleh Kemendikbudristek.
Namun, kekhawatiran terhadap adanya penyesuaian narasi tetap tak terbendung.
DPC GSNI Surabaya mendesak pemerintah untuk melibatkan sejarawan independen dan akademisi dalam proses penulisan ulang sejarah. Menurut mereka, sejarah bukan milik negara, melainkan milik rakyat dan kebenaran.
Penulisan sejarah harus dilakukan dengan pendekatan akademik, berdasarkan bukti yang dapat diverifikasi, dan terbuka terhadap kritik. Jangan ada ruang bagi kepentingan rezim untuk mendikte masa lalu, ujar Reyki.
Menutup pernyataannya, GSNI Surabaya mengajak pelajar, mahasiswa, dan seluruh elemen bangsa untuk menjaga ingatan kolektif nasional.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnyabaik yang gemilang maupun yang kelam. Menulis ulang sejarah sah-sah saja, asalkan untuk memperkaya perspektif, bukan untuk mengaburkan kebenaran demi kepentingan penguasa, tegas Reyki.
Mereka pun mengutip pesan abadi Bung Karno sebagai pengingat keras bagi para pemangku kekuasaan: Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. alkalifi Abiyu
Editor : Redaksi