Sidoarjo, Lingkaran.net - Anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024, Mathur Husyairi, menyatakan kesiapannya menjadi whistleblower jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyidikan ke ranah eksekutif terkait dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jatim tahun anggaran 2021-2022.
Pernyataan itu disampaikan Mathur usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kantor BPKP Jawa Timur, Kamis (26/6/2025).
Selain dirinya, dua tersangka dari pihak swasta, yakni Abd Motollib dan Firman Ariyanto, juga diperiksa penyidik KPK dalam kasus ini.
“Saya siap menjadi whistleblower kalau KPK juga serius menyidik praktik korupsi hibah di ranah eksekutif,” tegas Mathur saat ditemui disela pemeriksaan oleh Penyidik KPK.
Bongkar Pola Pengaturan Hibah Eksekutif-Legislatif
Mathur mengungkap, praktik pengaturan dana hibah tidak hanya melibatkan anggota legislatif, tetapi juga pihak eksekutif.
Anggota DPRD jatim dari Dapil Madura ini bahkan menyebut, porsi pengelolaan dana hibah di eksekutif jauh lebih besar dibandingkan di DPRD.
“Kalau di DPRD itu pagunya sekitar 10 sampai 13 persen dari PAD, maka yang di eksekutif jauh lebih besar. Ini seharusnya menjadi perhatian KPK. Jangan berhenti hanya di legislatif,” ujar Mathur.
Mathur menegaskan, dirinya memiliki data lengkap terkait alur distribusi dana hibah, termasuk siapa saja yang berperan, bagaimana mekanismenya, dan kemana dana itu mengalir.
“Saya siap buka semuanya. Termasuk bagaimana proses lobi, pengaturan pagu, hingga distribusi dana. Semua datanya saya pegang,” tandasnya.
Sempat Peringatkan Gubernur Khofifah, Malah Diblokir
Mathur mengaku sempat mencoba memberi masukan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, terkait persoalan tata kelola dana hibah yang dinilai bermasalah.
“Saya pernah kirim pesan ke Bu Gubernur, tujuannya agar hibah ini dikelola dengan lebih baik dan transparan. Tapi justru WA saya diblokir. Artinya ada resistensi untuk membenahi tata kelola hibah ini,” ungkapnya.
Portal Hibah Dikendalikan Oknum Eksekutif
Mathur juga menyinggung adanya oknum di lingkungan eksekutif yang memegang kendali penuh terhadap distribusi hibah. Nama Afif disebutnya sebagai figur kunci yang mengatur pembagian hibah.
“Portalnya itu ada di Afif. Kalau saya anggota DPRD biasa ajukan Rp10 miliar, pasti dipotong. Nambah nggak bisa, berkurang bisa. Tapi kalau yang sudah biasa bermain, malah bisa dapat tambahan,” jelasnya.
KPK Diminta Berani Usut Hingga Tuntas
Mathur berharap KPK tidak hanya berhenti pada penanganan dugaan korupsi yang melibatkan anggota DPRD, tetapi juga menelusuri aliran dana di eksekutif.
“Kalau memang serius, saya siap membantu penyidik dengan data dan keterangan. Jangan sampai penegakan hukum ini tebang pilih. Ini uang rakyat, kerugian negara yang luar biasa besar,” tegasnya.
KPK Masih Kembangkan Kasus
Hingga kini, KPK masih mendalami kasus dugaan korupsi dana hibah pokmas Jatim tahun anggaran 2021-2022. Pemeriksaan terhadap Mathur Husyairi dan dua tersangka dari pihak swasta menjadi bagian dari upaya mengungkap praktik korupsi berjamaah dalam pengelolaan dana hibah APBD Jatim. (*)
Editor : Setiadi