Lingkaran.net - Momentum peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2025 bisa menjadi titik tolak bahwa seluruh elemen di Jawa Timur tak cukup hanya memperingatinya secara simbolik, tapi harus bergerak nyata mengakselerasi daya saing anak-anak muda agar semakin kompetitif secara global.
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, mengingatkan bahwa pada 2028 adalah tepat 100 tahun sejak Kongres Pemuda 1928, di mana generasi muda Jatim harus semakin memiliki daya saing pada level global.
Baca juga: DPRD Jatim Siap Sikat Judol, Pinjol, dan Sound Horeg, Perda Baru Segera Disahkan
"Tanpa memaknai Sumpah Pemuda sebagai napas kehidupan sehari-hari untuk bergotong royong memajukan daerah, momen ini hanya akan menjadi teks sejarah dan seremoni. Padahal, 100 tahun Sumpah Pemuda akan diperingati tak lama lagi, yaitu pada 2028, dan pada momen itu seharusnya kaum muda semakin memiliki daya saing global," ujar Deni, Selasa (28/10/2025).
Untuk itu, Deni menyebut ada empat aspek strategis yang harus dijawab semua elemen di Jatim secara serius. Pertama, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Timur harus terus ditingkatkan sehingga dapat masuk pada kategori ”sangat tinggi”, yaitu di atas 80.
Posisi IPM Jatim saat ini adalah 75,35, masuk klasifikasi ”tinggi”. Meski IPM Jatim telah meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, tetap perlu kerja ekstra keras untuk mewujudkan kategori ”sangat tinggi”.
Dia juga menggarisbawahi jurang ketimpangan IPM antar-kabupaten/kota di Jatim, mengingat masih ada daerah yang memiliki IPM “sedang” di bawah angka 70.
"IPM salah satunya adalah terkait peningkatan kualitas dan akses pendidikan-kesehatan. Dalam konteks anak-anak muda Jawa Timur, pendidikan dan kesehatan yang baik adalah kunci untuk memastikan daya saingnya tumbuh pada level global. Harus ada akselerasi pemerataan, karena faktualnya kualitas dan akses pendidikan-kesehatan masih belum merata di Jatim,” ujarnya.
Aspek kedua, lanjut ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Jatim tersebut, adalah soal kreativitas dalam mendorong anak muda berdaya secara ekonomi.
Baca juga: DPRD Jatim Soroti Kawasan Hutan Gunung Bromo Gundul
Deni memandang Sumpah Pemuda bukan hanya romantisme sejarah, tapi inspirasi untuk mewujudkan kemandirian ekonomi generasi muda. Tantangan saat ini adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jatim yang masih berkisar 3,61ngan jumlah 894.000 jiwa, di mana salah satu TPT tertinggi ada pada segmen lulusan SMK.
"Anak muda yang menganggur otomatis kehilangan kesempatan untuk mengasah keterampilan, meningkatkan pengalaman kerja, dan memperkuat profesionalisme yang dibutuhkan di masa depan. Akibatnya, daya saing mereka di pasar kerja semakin menurun. Ujung-ujungnya, tanpa lapangan kerja yang cukup, bonus demografi berupa jumlah penduduk usia produktif yang lebih besar dibanding nonproduktif hanya akan menjadi bencana demografi,” jelasnya.
"Maka pemerintah harus memperkuat ekosistem UMKM anak muda, ekonomi kreatif, dan inovasi berbasis kearifan lokal," imbuh Deni.
Aspek ketiga, sambung Deni, adalah penguasaan teknologi bagi kaum muda. Dia menyebut masih ada kesenjangan literasi digital yang cukup lebar di kalangan anak muda. Salah satu buktinya, banyak anak muda aktif di dunia digital hanya dalam konteks media sosial dan hiburan.
Baca juga: TransJatim Ternyata Bisa Hasilkan Rp23 Miliar Setahun, DPRD Jatim: Saatnya Dikelola BUMD!
Namun, mereka belum memiliki kemampuan kritis untuk mengolah informasi dan menggunakan teknologi secara produktif.
"Termasuk yang menjadi PR berat kita ke depan adalah meningkatkan keterampilan teknologi tingkat lanjut ke anak-anak muda kita seperti penguasaan coding, analisis data, akal imitasi (AI), cyber security, dan sejenisnya. Kalau anak muda kita hanya menjadi pengguna teknologi, lebih-lebih hanya memaknainya dalam konteks media sosial, maka daya saingnya akan sulit terdongkrak. Untuk dapat mengakselerasi daya saing, kuncinya ya harus kita mendorong anak muda menjadi pencipta teknologi," jelas Deni.
Aspek keempat adalah penguatan komitmen ideologis bahwa persatuan dalam keberagaman adalah kunci keberlanjutan Indonesia modern. Anak muda jangan lagi terpolarisasi dalam bingkai konflik identitas yang tak relevan dengan kemajuan bangsa.
"Anak muda tidak cukup hanya memiliki skill dan daya saing, tapi juga wajib mempunyai komitmen ideologis. Sumpah Pemuda mengajarkan kita bahwa kemajuan bangsa tak lahir dari ego pribadi, tapi dari tekad bersama, di mana saat itu kaum muda dari berbagai daerah dan organisasi berkumpul dalam Kongres Pemuda pada 1928," pungkas alumnus Universitas Airlangga itu.
Editor : Setiadi