Lingkaran.net - Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur dengan agenda Laporan Badan Anggaran (Banggar) terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2026 menjadi sorotan.
Dalam rapat tersebut, Banggar DPRD Jatim menilai bahwa proyeksi pendapatan daerah pada APBD 2026 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Baca juga: Pendapatan Jatim Turun Rp2,8 Triliun, Program Prioritas Gubernur Dipastikan Tetap Jalan
Juru bicara Banggar DPRD Jatim, Erick Komala, menyampaikan bahwa kondisi pendapatan daerah saat ini mengalami tekanan berat dan bahkan kembali menyerupai situasi fiskal satu dekade lalu.
“Kalau kita mau jujur, kondisi pendapatan daerah hari ini tidak jauh berbeda dengan situasi sebelum tahun 2017. Bedanya dulu masih ada tren pertumbuhan positif, sedangkan sekarang kita berada dalam tren negatif,” ujar Erick saat membacakan laporan di ruang paripurna, Rabu (12/11/2025).
Banggar mencatat bahwa proyeksi pendapatan daerah dalam APBD 2026 tumbuh negatif 7,9 persen dibandingkan dengan APBD Perubahan 2025, atau menurun sekitar Rp2,27 triliun.
Lebih memprihatinkan lagi, kata Erick, jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2024, pendapatan daerah mengalami penurunan lebih tajam sebesar 26 persen, atau sekitar Rp9,17 triliun.
“Angka ini menunjukkan bahwa kapasitas fiskal Jawa Timur semakin terbatas, sementara tekanan sosial dan ekonomi terus meningkat,” tambahnya.
PAD Juga Alami Kontraksi Tajam
Baca juga: APBD Jatim 2026 Turun Rp1,9 Triliun, Fraksi Gerindra Tegur Absennya Khofifah di Paripurna DPRD
Kondisi serupa terjadi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun secara nominal diproyeksikan tumbuh 2,1 persen dibandingkan APBD Perubahan 2025, namun jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2024 justru mengalami kontraksi signifikan sebesar Rp5,9 triliun atau turun 26 persen.
Banggar menilai fakta ini harus menjadi “kesadaran kolektif” bagi seluruh pemangku kebijakan bahwa ruang fiskal Pemprov Jatim kini semakin sempit.
“Situasi ini menuntut keberanian untuk melakukan reformasi dan restrukturisasi fiskal secara menyeluruh,” tegas Erick.
Banggar mendorong Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menjadikan kondisi penurunan ini sebagai momentum reformasi fiskal.
Baca juga: Sri Wahyuni DPRD Jatim: Kepemimpinan SBY Adalah Warisan Nilai bagi Generasi Muda
Menurut Erick, kebijakan fiskal Jawa Timur ke depan harus diarahkan agar lebih adaptif, berkeadilan, dan berorientasi pada hasil pembangunan yang nyata.
“Kebijakan fiskal tidak bisa lagi hanya bergantung pada tren pendapatan yang stagnan. Struktur penerimaan dan belanja daerah perlu ditata ulang agar lebih produktif dan efisien,” ujarnya.
Banggar juga mengingatkan agar reformasi ini tidak berhenti pada aspek teknis, tetapi menyentuh substansi pengelolaan keuangan publik yang berkeadilan dan berpihak pada masyarakat.
“Kemandirian fiskal harus diperkuat, agar pembangunan Jawa Timur tetap berkelanjutan meski menghadapi keterbatasan pendapatan,” tutup politisi PSI ini.
Editor : Setiadi