Pilkada Mau Dicabut dari Rakyat, PDIP: Yang Tersisa Cuma Suara, Kalau Diambil Kebangetan

Reporter : Alkalifi Abiyu
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus.

Lingkaran.net - Wacana mengubah pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung menjadi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mengemuka dan memantik perbedaan sikap di kalangan partai politik. 

Hingga kini, belum ada kesepakatan bulat antarpartai, meski sebagian mulai membuka ruang evaluasi terhadap mekanisme pilkada langsung. 

Baca juga: Ketua Fraksi PDIP Jatim: Deteksi Dini dan Pencegahan Jadi Kunci Utama Kesehatan

Sejumlah partai politik, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar, disebut-sebut mendukung gagasan agar kepala daerah kembali dipilih melalui DPRD. Alasan efisiensi anggaran dan stabilitas politik daerah kerap dikedepankan sebagai dasar pertimbangan. 

Namun, sikap berbeda ditunjukkan PDI Perjuangan. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus, menegaskan bahwa wacana tersebut belum menjadi kesepakatan umum dan masih sebatas lemparan isu di ruang publik. 

“Saya kira itu belum menjadi kesepakatan umum. Kita tunggu saja perkembangannya,” ujar Deddy saat ditemui di Surabaya saat menghadiri Konferda dan Konfercab PDI Perjuangan se-Jawa Timur di Hotel Shangri-La Surabaya, Sabtu (20/12/2025). 

Deddy menekankan, PDIP pada prinsipnya akan berupaya menjaga hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung, sebagaimana semangat reformasi yang telah menjadi konsensus nasional. 

“Yang tersisa dari rakyat itu cuma suaranya. Itu pun hanya sekali lima tahun. Kalau itu mau diambil juga, kan kebangetan,” tegasnya. 

Menurut Deddy, hingga saat ini wacana perubahan sistem pilkada belum dibahas secara resmi baik di Badan Legislasi (Baleg) maupun di Komisi II DPR RI. Karena itu, PDIP belum dapat mengambil kesimpulan final dan masih melakukan kajian internal. 

Baca juga: Jatim Darurat HIV, Fraksi PDIP Ungkap Akar Masalahnya

“Belum dibahas di Baleg maupun di Komisi. Jadi ini masih sebatas isu, kita juga masih melakukan kajian di partai,” jelasnya. 

Ia juga menyebutkan bahwa suara di akar rumput masih menunjukkan keinginan kuat agar pilkada tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat. 

“Di arus bawah, kita mendengar masyarakat masih ingin memilih langsung pemimpinnya,” imbuh Deddy. 

Terkait argumentasi bahwa pilkada langsung membutuhkan anggaran besar, Deddy menilai persoalan biaya tidak bisa dijadikan satu-satunya alasan untuk memangkas hak demokrasi rakyat. 

Baca juga: Hari Tani Nasional, Fraksi PDIP Ingatkan Bom Waktu Krisis Pangan di Jatim

“Itu kan sudut pandang dari satu pihak. Apa pun ada biayanya. Demokrasi juga butuh biaya,” katanya. 

Deddy menegaskan, pembahasan soal sistem pilkada harus dilakukan secara matang, terbuka, dan melibatkan aspirasi publik secara luas agar tidak melahirkan kemunduran demokrasi. 

“Biarlah kita berproses dulu. Yang penting jangan tergesa-gesa mengambil keputusan yang menyangkut hak politik rakyat,” pungkasnya.

Editor : Setiadi

Politik & Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru