Surabaya, Lingkaran.net Dewan meminta Pemkot Surabaya membuka kolaborasi dengan LSM peduli HIV, Aids, dan TBC untuk menekan penyebaran penyakit yang dapat menular antarindividu tersebut.
Baca juga: Jam Malam Anak di Surabaya Mulai Berlaku 3 Juli 2025, Orang Tua Diminta Terlibat Aktif
Salah satu LSM tersebut adalah Aliansi Surabaya Peduli Aids (ASPA). Mereka rencananya akan membantu dinas terkait untuk memberikan edukasi bagi para pasien dan kelompok masyarakat rentan secara langsung.
Sekretaris ASPA Hanif Kurniawati mengatakan, pihaknya akan berbagi tugas dengan pemkot. Yaitu membagi peran pendekatan psikologis dan pendekatan sosial ekonomi.
Para pasien TBC misalnya, sudah mendapatkan intensif untuk biaya operasional berobat dari pemkot sebesar Rp900 ribu, ujar Hanif usai hearing di Komisi D DPRD Surabaya, Senin (28/4/2025).
Sedangkan, kata dia, pihaknya akan menjangkau para pasien dengan upaya edukatif. Termasuk para masyarakat dalam kategori rentan.
Masyarakat rentan tersebut di antaranya keluarga pasien hingga pekerja seks komersial yang berpotensi besar tertular, tambah dia.
Baca juga: Tur Literasi Soekarno, Upaya Kenalkan Sejarah Bung Karno kepada Generasi Muda di Jawa Timur
Menurutnya, penanganan pasien HIV, Aids, dan TBC memang memerlukan perhatian khusus. Itu karena ketepatwaktuan berobat berpengaruh terhadap kondisi pasien.
Para pasien penyakit yang rentan menular lewat kontak fisik itu harus disiplin memeriksakan diri dan mengkonsumsi obat. Upaya itu merupakan salah satu kunci kesembuhan.
Namun, yang menjadi tantangan penanganan kasus HIV, aids, dan TBC di Surabaya ini adalah banyaknya pasien yang datang dari luar daerah. Kelompok masyarakat tersebut tidak terjangkau oleh pemkot.
Baca juga: Seleksi Jabatan Sekda Surabaya, Pendaftaran akan Dibuka Pekan Depan
Sehingga, kolaborasi antara dinas terkait dan LSM ini diharapkan bisa menekan angka 1.122 kasus HIV dan Aids dan kasus TBC yang mencapai 16 ribu kasus.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya William Wirakusuma mengatakan, pendekatan edukatif tersebut dinilai cukup efektif. Sebab, masyarakat cenderung tidak takut dengan para pendamping dari kalangan LSM.
Berbeda ketika para pasien didatangi langsung oleh petugas. Kadang, ketika yang datang dinas, mereka takut. Tapi kalau dengan APSA, mereka lebih terbuka, tambahnya.(Rifqi Mubarok)
Editor : Redaksi