Lingkaran.net - Rara, perempuan dengan wajah pas-pasan, bahkan untuk standar algoritma filter termurah, akhirnya menemukan keajaiban zaman modern: kecerdasan buatan visual.
Di dunia nyata sehari-hari, dia hanyalah pegawai biasa dengan gaji UMR, kulit kusam, dan lingkar mata dari sisa lembur. Tapi di dunia digital? Ia menjelma jadi akun Rania Alexandria, perempuan glamor dengan garis rahang super tajam, senyum selebriti Korea, dan sorotan mata yang bahkan tidak dimiliki manusia sungguhan.
Baca juga: Meninggalkan Menara, Merawat Suara
Berkat teknologi AI, hidup Rara berubah drastis. Setiap selfie adalah hasil karya seni digital, lengkap dengan pencahayaan surgawi dan tone kulit yang lebih mahal dari semua produk skincare yang pernah ia coba.
Ia mulai menulis caption bijak seperti, Be yourself, everyone else is taken, tanpa menyadari betapa ironisnya itu. Followers-nya terus bertambah, dan begitu pula delusinya.
Ia mulai percaya bahwa dirinya memang lulusan luar negeri, punya apartemen di Sudirman, dan sedang mempertimbangkan S2 di Paris, semua berkat kamera depan dan sedikit kebohongan visual.
Tentu saja, identitas aslinya tertinggal jauh di belakang, seperti akun lama yang lupa password-nya. Ia bahkan mulai bicara dengan aksen yang entah dipelajari dari mana, seolah lupa bahwa dulu ia terbata-bata menyebut espresso jadi ekspreso.
Dunia maya memberinya validasi tanpa syarat: pujian, like, dan pesan-pesan dari lelaki-lelaki haus fantasi. Semua mengira ia perempuan sempurna, dan Rara? Ia lebih dari sekadar mengiyakan; ia memercayainya dengan penuh khidmat.
Namun, seperti semua kisah indah yang dibangun di atas filter dan fatamorgana, realita akhirnya menuntut haknya. Seorang pengagum ingin bertemu langsung. Panik, Rara mencari cara agar bisa merubah wajahnya secara permanen dalam semalam.
Ia mempertimbangkan operasi plastik, atau mungkin hidup selamanya dalam mode online only. Tapi sayangnya, bahkan teknologi AI belum bisa menyelamatkan seseorang dari kenyataan bahwa hidup ini tak bisa di-beautify sebanyak itu.
Kini, di antara bayang-bayang feed Instagram dan notifikasi DM yang tak lagi dibuka, Rara duduk menatap layar. Ia bukan lagi dirinya, tapi juga bukan siapa-siapa. Dalam upaya menjadi versi paling cantik dari dirinya, ia justru kehilangan yang paling penting: keberanian menjadi nyata.
Baca juga: Sambut Era Baru Pascabayar, IM3 Platinum Kini Makin Canggih dengan Sentuhan AI dalam Tiap Fiturnya
Tapi, setidaknya fotonya masih viral !!!
Fluktuasi Identitas
Identitas memang bisa direkayasa. Sebab, identitas itu tak ubahnya sebuah proyek seperti yang dicetuskan Anthony Giddens. Ia berpendapat bahwa identitas diri dapat disebut sebagai proyek.
Identitas diri ini terbangun oleh kemampuan untuk melanggengkan narasi tentang diri sehingga membangun suatu perasaan terusmenerus tentang adanya kontinuitas biografis.
Identitas berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis: Apa yang harus dilakukan? Bagaimana bertindak? Dan ingin jadi siapa? Individu berusaha mengonstruksi suatu narasi identitas koheren di mana diri membentuk suatu lintasan perkembangan dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan.
Baca juga: DPRD Jatim Dukung Penguasaan Prompt Engineering untuk Transformasi Digital
Jadi, identitas diri bukanlah sifat distingtif, bahkan kumpulan sifat-sifat, yang dimiliki individu. Ini adalah diri sebagaimana yang dipahami secara refleksif oleh seseorang dalam konteks biografinya.
Argumen Giddens sesuai pandangan awam kita tentang identitas. Karena dia mengatakan bahwa identitas diri adalah apa yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi. Tentu, dia juga berpendapat bahwa identitas bukanlah kumpulan sifat-sifat yang kita miliki; ini bukanlah sesuatu yang kita miliki, ataupun entitas atau benda yang bisa kita tunjuk.
Agaknya, identitas adalah cara berpikir tentang diri kita. Namun, yang kita pikir tentang diri kita berubah dari satu situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktunya. Itulah mengapa Giddens menyebut identitas adalah proyek.
Yang dia maksud adalah bahwa identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, suatu gerak maju ketimbang sesuatu yang datang kemudian. Proyek identitas membangun apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita inginkan. Identitas harapan kita ke depan.
Editor : Zaki Zubaidi