Trenggalek, Lingkaran.net Polemik kewajiban pembelian seragam sekolah kembali mencuat dalam momentum Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, mengungkap adanya keluhan masyarakat terkait mahalnya harga seragam di sejumlah SMA dan SMK Negeri wilayah Trenggalek.
Baca juga: Fraksi PDIP DPRD Jatim minta evaluasi menyeluruh kapal angkutan penyebrangan Ketapang - Gilimanuk
Dalam kegiatan reses di Trenggalek, Minggu (6/7/2025), Deni menerima laporan dari warga yang menyebutkan bahwa seragam sekolah dijual dengan harga mencapai Rp195 ribu per meter, mencakup dua jenis seragam yaitu abu-abu putih dan pramuka.
Pengadaan tersebut bahkan disebut-sebut dilakukan oleh pihak rekanan dari luar daerah dan langsung didistribusikan ke sekolah-sekolah.
“Kalau benar ada kewajiban beli seragam dari sekolah dengan harga mahal, ini harus segera dievaluasi. Tidak boleh ada paksaan apalagi sampai memberatkan wali murid,” tegas Deni.
Meski Dinas Pendidikan Jatim menyatakan tidak ada kewajiban membeli seragam, kenyataannya di lapangan masih ditemukan praktik sebaliknya. Deni menduga, kasus serupa tidak hanya terjadi di Trenggalek, tapi juga berpotensi terjadi di daerah lain di Jawa Timur.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti peran komite sekolah yang kerap menjadi ujung tombak penjualan seragam.
Ia menilai, minimnya pengawasan dari pihak sekolah dan pemerintah membuat praktik ini rentan disalahgunakan, bahkan menciptakan beban ekonomi baru bagi masyarakat.
Baca juga: Anggota DPRD Jatim Dorong Mahasiswa Hukum Kuasai Legislasi Daerah di Kuliah Umum Unigoro
“Orang tua harus diberi ruang untuk membeli seragam di luar selama sesuai warna dan model. Jangan sampai wali murid dipaksa membeli dari sekolah saja,” tambahnya.
Menurut Deni, belum adanya regulasi yang mengatur harga maksimal seragam sekolah di tingkat provinsi menjadi akar masalah yang harus segera diatasi.
Meski moratorium penjualan seragam di sekolah telah dicabut oleh gubernur sejak akhir 2023, bukan berarti sekolah bebas menentukan harga tanpa batas.
“Beberapa daerah sudah punya aturan harga seragam, seperti Pergub atau Perwali. Tapi di Jatim, kita belum punya acuan jelas yang mengikat semua sekolah,” ujar penasihat Fraksi PDIP Jatim itu.
Baca juga: DPRD Jatim Nilai Human Error Jadi Penyebab Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya
Selain harga seragam, Deni juga menerima pengaduan soal berbagai pungutan sekolah, seperti sumbangan peningkatan prestasi sebesar Rp150 ribu per bulan dan iuran komite hingga Rp200 ribu per bulan. Bahkan, ada laporan dana komite disiapkan untuk mengantisipasi masalah hukum yang mungkin muncul.
“Ini aneh. Sumbangan harus transparan, tidak boleh memaksa. Jangan sampai sekolah negeri yang seharusnya jadi solusi, malah jadi beban baru,” tegas Deni.
DPRD Jawa Timur, kata Deni, akan merekomendasikan Dinas Pendidikan Jatim untuk menetapkan harga acuan seragam yang wajar, serta mendorong transparansi laporan koperasi dan komite sekolah. Sosialisasi kepada wali murid dan pengawasan lapangan juga harus diperkuat untuk mencegah praktik menyimpang.
“Kami di Fraksi PDI Perjuangan siap menerima aduan dari masyarakat dan akan menindaklanjuti agar masalah ini tidak terus berulang,” pungkasnya. (*)
Editor : Alkalifi Abiyu