Lingkaran.net - Polemik larangan penggunaan Sound Horeg yang ramai dibicarakan publik setelah keluarnya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mendapat sorotan tajam dari KH Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans.
Ia menilai Pemprov Jawa Timur justru menunjukkan sikap reaktif dan dinilai mencoba mengalihkan perhatian dari isu yang jauh lebih serius, yakni potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah.
“Daripada mengurusi hal yang sudah difatwakan oleh MUI, lebih baik Pemprov fokus membantu KPK agar bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Itu yang lebih penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah,” tegas Gus Hans, pengasuh Pondok Pesantren Queen Al Azhar Darul Ulum, Jombang, Sabtu (26/7/2025).
Soroti Potensi Penyimpangan Dana Hibah
Pernyataan Gus Hans merujuk pada temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (21/7/2025), yang menemukan indikasi ketidakteraturan dan minimnya transparansi dalam pengelolaan dana hibah di lingkungan Pemprov Jatim.
KPK bahkan mengidentifikasi adanya 757 rekening dengan kesamaan identitas, termasuk nama, tanda tangan, dan NIK yang menimbulkan potensi fiktif dan duplikasi penerima hibah.
Diketahui, Jawa Timur mengelola dana hibah dengan nilai fantastis mencapai Rp 12,47 triliun untuk periode 2023–2025, yang disalurkan ke lebih dari 20 ribu lembaga penerima di sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
“Permasalahan yang mestinya sudah selesai ini saya khawatir sengaja dipanjangkan. Jangan sampai ini jadi cara untuk menutupi isu-isu besar yang sebenarnya sedang terjadi di Pemprov Jatim,” ujar Gus Hans.
Fatwa MUI Harusnya Jadi Akhir, Bukan Alat Politik
Sebagai Sekjen Gerakan Nasional (Gernas) Ayo Mondok, Gus Hans juga menegaskan bahwa fatwa haram dari MUI Jatim seharusnya cukup dijadikan sebagai acuan.
Ia menilai tidak perlu lagi dibuat regulasi tambahan oleh pemerintah yang justru dapat memperpanjang kegaduhan.
“Fatwa itu sudah jelas, dan dikeluarkan oleh lembaga resmi seperti MUI Jatim, bukan oleh satu atau dua pesantren. Kalau pemerintah dari awal peka terhadap keluhan masyarakat, mestinya fatwa itu tidak perlu keluar. Ini menunjukkan kelambanan dan tidak adanya inisiatif,” tegasnya.
Gus Hans menyarankan agar penyikapan terhadap fatwa diserahkan kepada OPD terkait untuk dikoordinasikan bersama MUI.
"Gubernur tinggal perintahkan OPD-nya berkoordinasi dengan MUI, pahami mana batasan yang diharamkan, mana yang tidak. Jangan sampai kebodohan publik dibiarkan. Membandingkan sound horeg dengan sound pengajian itu jelas keliru," tuturnya.
Peringatan: Rakyat Bisa Kehilangan Kepercayaan
Sebagai tokoh agama yang juga aktif menyuarakan kepentingan publik, Gus Hans memperingatkan bahwa manipulasi isu bisa berdampak serius terhadap kepercayaan masyarakat.
"Kalau masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah, maka yang terjadi adalah resistensi sosial: enggan bayar pajak, antipati terhadap kebijakan publik, bahkan bisa menimbulkan krisis legitimasi. Ini harus disadari," tutupnya.
Editor : Setiadi