Lingkaran.net - Polemik penundaan rapat paripurna DPRD Jawa Timur terkait pembahasan Perubahan APBD (PAPBD) 2025 menuai perhatian luas. Pengamat Kebijakan Publik, Umar Sholahudin menilai adanya dominasi eksekutif yang terlalu kuat dalam proses penyusunan anggaran.
“Hubungan eksekutif dan legislatif seharusnya bersifat kemitraan, saling menghormati kewenangan serta tupoksi masing-masing. Namun dalam pembahasan PAPBD 2025 ini terlihat eksekutif lebih dominan, bahkan cenderung memutuskan sepihak,” tegas Umar, Selasa (26/8/2025).
Pria yang juga Dosen Sosiologi Politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) ini menilai, pola tersebut membuat DPRD terkesan hanya menjadi formalitas atau “tukang stempel” bagi kebijakan eksekutif.
Padahal, kata Umar, sesuai regulasi, penyusunan APBD-P wajib dibahas secara deliberatif bersama DPRD.
“Jika ruang deliberasi hilang, maka DPRD tidak lebih dari sekadar alat legitimasi belaka,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah anggota DPRD Jatim mengkritik Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dinilai mengambil alih proses penyusunan anggaran dengan langsung menjatuhkan alokasi ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Hadi Setiawan, anggota DPRD Jatim dari Fraksi Golkar, menyebut hanya 5 persen dari total usulan yang disetujui TAPD.
“Kami bahas dengan OPD sampai detail, tapi TAPD punya rancangan sendiri. Aspirasi rakyat akhirnya tidak terakomodasi,” ujarnya dalam interupsi paripurna.
Kritik senada juga datang dari Ketua Komisi D DPRD Jatim, Abdul Halim (Gerindra), yang menilai mekanisme pembahasan PAPBD 2025 berlangsung tidak sehat dan terburu-buru.
Sementara itu, Ubaidillah (PKB) mengibaratkan relasi eksekutif-legislatif kini bak “suami-istri yang retak.”
Harapan untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Menurut Umar Sholahudin, praktik dominasi eksekutif ini berpotensi merusak prinsip transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“APBD itu menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat. Karena itu, prosesnya harus dijalankan dengan benar, terbuka, dan melibatkan semua pihak, bukan hanya keputusan sepihak dari eksekutif,” tandasnya.
Editor : Setiadi
