Lingkaran.net - Aroma perseteruan di lingkar kekuasaan Kabupaten Sidoarjo kian tercium publik. Bupati Sidoarjo, Subandi, dan Wakil Bupati, Mimik Idayana, kini berseteru tajam soal mutasi pejabat di lingkungan Pemkab.
Bahkan, sang wakil bupati berniat melaporkan pasangannya ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kisruh ini sontak jadi sorotan. Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengingatkan bahwa konflik internal kepala daerah dan wakilnya bukan hanya tidak elok dilihat publik, tapi juga berbahaya bagi kinerja pemerintahan.
“Jangan sampai rakyat melihat kepala daerah dan wakilnya saling jegal. Mereka dipilih dalam satu paket seharusnya seperti sayap kanan dan kiri: saling menguatkan, bukan saling meniadakan,” tegas Surokim, Selasa (23/9/2025).
Perseteruan ini dipicu mutasi 61 aparatur sipil negara (ASN) yang dilantik Subandi pada Rabu (17/9/2025). Menurut Wabup Mimik, kesepakatan awal hanya untuk rotasi 31 ASN. Namun, tanpa sepengetahuannya, jumlah pejabat yang dimutasi justru dua kali lipat.
“Sebagai pengarah Tim Penilai Kinerja (TPK), saya tidak pernah diajak membahas detail kinerja kandidat. Saya bahkan sudah mengirim surat klarifikasi pada 16 September, tapi tetap dilantik 61 ASN,” ungkap Mimik.
Mimik menilai mutasi ini tidak objektif, bahkan melanggar regulasi seperti UU Sistem Merit dan PP Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Ia pun menegaskan siap membawa masalah ini ke Kemendagri.
Di sisi lain, Bupati Subandi santai menanggapi ancaman laporan wakilnya. Ia menegaskan mutasi ASN tersebut sudah sesuai prosedur dan sah secara hukum.
“Mutasi ini dilakukan melalui sistem terbaru, IMUD. Bahkan sudah ada persetujuan dari BKN, jadi sah. Kalau ada yang tidak puas, silakan saja,” kata Subandi.
Ia juga menepis isu jual beli jabatan. “Kita terbuka, tidak ada masalah. Semua sudah melalui mekanisme TPK dan PPK,” tegasnya.
Surokim menilai, jika konflik ini berlarut, justru akan melahirkan kubu-kubuan di internal Pemkab dan melemahkan soliditas aparatur.
“Tidak elok dilihat publik. Masa jabatan kepala daerah terbatas, jangan dihabiskan untuk bertikai. Nanti dikenang rakyat bukan karena prestasi, tapi karena konflik,” ujarnya.
Ia menekankan agar kedua pimpinan segera duduk bersama, membangun komunikasi, dan kembali fokus pada agenda besar daerah.
“Kalau bisa saling respek dan terbuka, jalan keluar pasti ada,” tandasnya.
Editor : Setiadi