Lingkaran.net - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akhirnya menanggapi keprihatinan mendalam yang disampaikan Fraksi PKB DPRD Jatim terkait merosotnya total pendapatan daerah dalam Rancangan APBD 2026.
Dalam rapat paripurna dengan agenda pendapat akhir Gubernur atas rancangan Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2026, Sabtu (15/11/2025), Khofifah menegaskan bahwa penurunan signifikan pendapatan bukan disebabkan oleh lemahnya tata kelola pemerintah provinsi, melainkan efek langsung dari perubahan regulasi nasional melalui UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Jadi, bukan karena kemampuan kompetensi dan tata kelola kami. Tapi ini Undang-undang. Sekali lagi kami sampaikan ini bukan karena tata kelola Pemprov Jawa Timur," tegasnya.
Khofifah menjelaskan bahwa mulai 1 Januari 2025, sistem pungutan opsen PKB, pungutan tambahan oleh pemerintah kabupaten/kota sebesar 66 persen dari pokok Pajak Kendaraan Bermotor resmi berlaku. Ketentuan baru ini otomatis mengubah distribusi PKB dan BBNKB, dua sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Timur.
“Saya ingin menyampaikan, ada perubahan dari distribusi PKB dan BBNKB. Per Januari 2025 peruntukan dan distribusinya berubah, dan ini menyebabkan PAD Pemprov Jatim dari PKB dan BBNKB berkurang Rp4,2 triliun," beber Khofifah.
Ia menambahkan bahwa 14 kabupaten/kota di Jatim juga terdampak, sehingga penurunan pendapatan tidak hanya dialami provinsi.
“Artinya, defisit ini terjadi bukan karena kompetensi atau tata kelola Pemprov yang kurang, tetapi karena keputusan UU HKPD yang mengubah porsi opsen PKB dan BBNKB,” sambungnya.
Sebelumnya, juru bicara Fraksi PKB, Ibnu Alfandy Yusuf, menyampaikan bahwa partainya sangat prihatin dengan penurunan pendapatan daerah yang mencapai Rp2,8 triliun dibandingkan APBD 2025. PKB menilai melemahnya kapasitas fiskal dapat berdampak langsung pada kualitas layanan publik.
Fraksi PKB juga menyoroti bahwa meskipun PAD kini menjadi sumber pendapatan terbesar dengan kontribusi 66 persen, pertumbuhannya stagnan, bahkan diproyeksikan hanya naik 2 persen pada 2026.
Lebih jauh, PAD justru mengalami kontraksi Rp5,9 triliun atau turun 26 persen dibandingkan realisasi 2024.
Fraksi PKB menilai penurunan ini menunjukkan belum optimalnya reformasi dan restrukturisasi fiskal yang dijanjikan. Mereka menuntut Pemprov meningkatkan strategi pengelolaan pendapatan melalui pengawasan lebih ketat hingga fokus pada sektor-sektor yang mengalami penurunan drastis.
Menanggapi kritik tersebut, Khofifah memastikan Pemprov Jatim tetap berkomitmen menjaga kualitas layanan publik meski fiskal tertekan.
Ia menegaskan bahwa APBD 2026 akan tetap diarahkan untuk pemenuhan pelayanan dasar, perlindungan masyarakat rentan, dan penguatan program prioritas.
“Sekali lagi saya tegaskan, penurunan ini akibat perubahan regulasi nasional. Namun kami tetap akan maksimal mengelola fiskal dengan akuntabel untuk menjaga pembangunan Jawa Timur,” tutupnya.
Editor : Setiadi