Surabaya, Lingkaran.net Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur secara tegas menolak ketentuan yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dinilai sebagai ancaman serius terhadap moral generasi muda Indonesia.
Poin kontroversial dalam peraturan tersebut adalah Pasal 103 ayat (4) yang mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno, dengan lantang menyatakan bahwa aturan ini dapat merusak fondasi moral dan nilai-nilai agama yang selama ini menjadi pilar utama dalam pendidikan generasi muda.
“Kita sebagai bangsa yang memiliki cita-cita untuk membangun masa depan yang lebih baik, harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan. Jika generasi muda kita dirusak dengan cara seperti ini, melalui peraturan yang justru memfasilitasi perilaku bebas, artinya kita sedang menghancurkan masa depan bangsa kita sendiri,” tegas Sri Untari pada Sabtu (10/8/2024).
Sebagai seorang ibu, Sri Untari menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai keagamaan, etika sosial, dan kemasyarakatan kepada anak-anak sejak dini.
Ia percaya bahwa pendidikan moral yang kuat adalah kunci untuk menghindarkan generasi muda dari perilaku yang menyimpang.
“Saya selalu mengajarkan kepada anak-anak saya nilai-nilai keagamaan, etika sosial, dan tanggung jawab kemasyarakatan. Ini adalah benteng utama agar mereka tidak terjerumus dalam pergaulan bebas sebelum menikah,” tuturnya.
Sri Untari menambahkan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar bukan hanya tidak perlu, tetapi juga merupakan bentuk pelecehan terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
Menurutnya, kebijakan ini dapat mendorong terjadinya seks bebas di kalangan remaja, yang pada akhirnya akan merusak moral dan tatanan sosial.
“Ini adalah pelecehan terhadap anak-anak kita. Bagaimana mungkin kita memperkenalkan mereka pada alat kontrasepsi di usia yang seharusnya mereka fokus belajar dan membangun karakter yang kuat?” ujarnya dengan nada prihatin.
Sebagai provinsi dengan latar belakang religius yang kuat, Jawa Timur dikenal sebagai tempat tinggal para ulama besar dan tokoh agama berpengaruh.
Sri Untari menegaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar sangat bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh masyarakat Jawa Timur.
“Jawa Timur adalah provinsi religius, tempat di mana para ulama besar seperti Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari lahir dan mengajarkan nilai-nilai moral yang tinggi. Betapa murkanya mereka jika melihat generasi muda kita disodori alat kontrasepsi di sekolah,” ungkapnya.
Menutup pernyataannya, Sri Untari menegaskan bahwa tidak ada agama yang melegalkan seks bebas, dan karenanya pasal yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar ini harus dicabut.
Ia mengajak semua pihak untuk memikirkan kembali dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap masa depan bangsa.
“Tidak ada agama yang melegalkan seks bebas. Jika pasal ini tidak dicabut, kita akan melihat moral masyarakat semakin hancur, dengan seks bebas terjadi di mana-mana. Fraksi PDI Perjuangan menolak keras peraturan ini, demi masa depan yang lebih baik bagi anak-anak kita,” pungkasnya.
Dengan pernyataan tegas dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur ini, diskusi mengenai peraturan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dipastikan akan terus bergulir, mengundang perhatian luas dari berbagai kalangan di Indonesia. Alkalifi Abiyu