Surabaya, Lingkaran.net Kota Surabaya kembali dibuat tercengang. Bukan karena prestasi, tapi karena maraknya penjualan minuman beralkohol (mihol) secara bebas yang makin meresahkan.
Ironisnya, praktik ilegal ini justru berlangsung di kawasan padat penduduk, bahkan di lokasi yang seharusnya menjadi pusat kebangkitan ekonomi warga: Pasar Modern LASA Sidotopo, Jalan Sidotopo Wetan, Kecamatan Simokerto.
Dari pantauan menemukan sebuah toko tanpa nama di dalam pasar tersebut yang terang-terangan memajang stiker berbagai merek mihol di kaca depannya.
Toko itu tampak biasa saja dari luar, namun siapa sangka, di balik etalase kaca, tersimpan ancaman serius bagi ketertiban dan masa depan generasi muda Surabaya.
Tak kalah mencengangkan, toko ini juga viral di media sosial. Warganet ramai membicarakannya, mulai dari menanyakan lokasi pasti hingga jenis mihol yang dijual.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa peredaran mihol ilegal tak lagi sembunyi-sembunyiseolah sudah menjadi rahasia umum.
Hal ini memantik keprihatinan mendalam dari Lilik Hendarwati, Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Timur dari Dapil Surabaya. Ia menilai, lemahnya pengawasan terhadap mihol ilegal bisa menjadi ancaman serius bagi generasi muda.
Kami sangat prihatin atas maraknya penjualan mihol di beberapa wilayah Surabaya, termasuk Sidotopo. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga ancaman moral dan sosial yang dapat merusak generasi muda secara perlahan, tegas Lilik, Senin (7/4).
Padahal, lanjutnya, aturan sudah sangat jelas. Perda Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2010 melarang penjualan mihol tanpa izin. Sementara Perda Jatim Nomor 6 Tahun 2014 mengatur lebih rinci mengenai pengendalian dan pengawasan, termasuk sanksi bagi pelanggar.
Karena itu, Fraksi PKS DPRD Jatim mendorong Pemkot Surabaya untuk tidak tinggal diam. Lilik meminta agar Satpol PP, Disperindag, kepolisian, camat, dan lurah membentuk tim terpadu yang intens melakukan operasi rutin dan penindakan langsung terhadap pelaku penjualan mihol ilegal.
Namun, ia juga menegaskan bahwa penindakan saja tak cukup. Harus ada pendekatan kultural dan edukatif agar peredaran mihol benar-benar bisa ditekan dari hulunya.
Kami butuh keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lembaga kemasyarakatan untuk menyuarakan bahaya mihol. Edukasi harus jalan seiring penegakan hukum. Ini tentang masa depan anak-anak kita, ujarnya.
Lilik juga meminta Disperindag Surabaya untuk melakukan verifikasi izin edar secara berkala, serta mewaspadai lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi titik distribusi mihol ilegal.
Ini bukan kerja satu-dua instansi. Ini kerja kolaboratif. Kami di DPRD Jatim siap mengawal kebijakan apa pun yang mendukung upaya menciptakan Surabaya yang aman, sehat, dan religius, pungkasnya.
Menambah ironi, peresmian Pasar Modern Lasa yang kini diduga menjadi sarang penjualan mihol, ternyata dihadiri Pemkot Surabaya saat peresmian tahun 2022 silam. Mulai Staf Ahli Wali Kota, Lurah, LPMK Simokerto, hingga Muspika Kecamatan Simokerto.
Saat itu, keberadaan pasar ini digadang-gadang sebagai motor penggerak pemulihan ekonomi pasca pandemi, dengan menggandeng para pelaku UMKM. Namun kini, tujuan mulia itu tercoreng oleh praktik-praktik ilegal yang justru berpotensi merusak sendi sosial dan moral masyarakat. Alkalifi Abiyu
Editor : Redaksi