Surabaya, Lingkaran.net Di pesisir Pantai Kenjeran, tepatnya di kaki Jembatan Suramadu, terdapat bangunan cagar budaya yang menyimpan nilai sejarah dari masa kolonial.
Bangunan itu, masyarakat sekitar biasa menyebutnya sebagai Benteng Kedung Cowek. Letaknya di Jalan Tambak Wedi Baru. Berbatasan dengan bibir pantai, akses menuju benteng pun memerlukan tenaga.
Namun sayang, kondisi benteng yang dulunya difungsikan sebagai tempat menyimpan sejata perang saat Pertempuran 10 November di Kota Pahlawan itu kondisinya tampak terbengkalai dan sangat membutuhkan perawatan Pemkot Surabaya.
Bila dilihat dari muka depan, fasad bangunan peninggalan Belanda yang memiliki luas sekitar 71.876 meter persegi tersebut tertutupi oleh tumbuhan liar. Detil benteng bersejarah itu pun sulit dikenali.
Meski sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemkot Surabaya pada 2020 silam, Benteng Kedung Cowek sampai dengan saat ini belum mendapat perhatian untuk dihidupkan menjadi destinasi wisata sejarah.
Akses menuju ke lokasi benteng, terutama untuk pengunjung yang pertama kali ke sana, pun sulit diakses. Sebab, tidak ada papan penunjuk jalan yang mengarahkan ke sana.
Begitu pula akses menuju lokasi benteng. Kendaraan harus parkir jauh dari bangunan peninggalan kolonial Belanda tersebut. Untuk menuju ke lokasi juga harus melewati jalan setapak yang sejauh sekitar 100 meter.
Saking terbengkalai dan menimbulkan terkesan angker, Benteng Kedung Cowek kerap menjadi lokasi para kreator konten untuk melakukan uji nyali atau ekspedisi supranatural.
Sehingga, sangat disayangkan, bangunan yang memiliki nilai sejarah itu malah belum optimal. Padahal potensi kunjungan wisatawan ke sana terbilang ramai.
Apalagi ketika sore hari, banyak masyarakat yang menghabiskan waktu dengan menunggu senja tenggelam di tepi Pantai Kenjeran yang berada di belakang benteng.
Harusnya, Pemkot Surabaya melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) merevitalisasi bukti peninggalan sejarah tersebut sehingga membuka alternatif destinasi wisata di Kota Pahlawan. (Rifqi Mubarok)
Editor : Redaksi