Lingkaran.net - DPRD Jawa Timur menegaskan pentingnya pengawasan ketat dalam pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2025/2026 agar benar-benar bebas dari praktik perpeloncoan.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Dr. H. Rasiyo, meminta agar Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim menjamin seluruh kegiatan MPLS dilakukan secara edukatif, humanis, dan tidak mengandung kekerasan fisik maupun verbal.
“Kami ingatkan, pelaksanaan MPLS harus benar-benar diawasi. Tidak boleh ada perpeloncoan. Guru dan tenaga kependidikan harus bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan kegiatan ini,” ujar Rasiyo, Minggu (13/7/2025).
Mantan Kadindik Jatim dan Sekdaprov Jatim ini menyebut, seluruh kegiatan MPLS harus dilakukan di bawah pendampingan guru, bukan oleh senior seperti OSIS atau MPK, untuk menghindari potensi penyalahgunaan wewenang.
Selain mengenalkan lingkungan sekolah, struktur organisasi, dan tata tertib, Rasiyo menekankan bahwa kegiatan MPLS juga harus menyertakan materi yang membangun karakter siswa, seperti pendidikan anti-perundungan, literasi digital, dan kebencanaan.
DPRD Jatim juga mendorong pihak sekolah untuk lebih transparan kepada orang tua murid. Setiap agenda MPLS, mulai dari jadwal, lokasi, materi, hingga narasumber, wajib diinformasikan secara jelas kepada wali siswa.
“Jika ada kegiatan MPLS di luar sekolah, pihak sekolah wajib menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua siswa. Jangan sampai ada siswa yang dirugikan secara fisik atau mental,” tegas Rasiyo.
Ia juga meminta sekolah menyediakan mekanisme pelaporan yang jelas, jika ada siswa yang merasa terintimidasi atau mengalami pelanggaran selama MPLS berlangsung. DPRD Jatim siap memberi peringatan tegas kepada sekolah yang terbukti melanggar.
SPAB Bisa Terpadu dengan Pramuka, Bentuk Karakter Tanggap Bencana
Selain MPLS, Rasiyo juga menyoroti pentingnya penguatan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) sebagai bagian dari pendidikan karakter. Program ini merupakan hasil kerja sama antara Dindik dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim.
“SPAB adalah langkah konkret untuk membentuk sekolah yang tangguh, adaptif, dan siap menghadapi bencana, baik gempa bumi, banjir, kebakaran, maupun bencana non-alam,” jelasnya.
Rasiyo menyarankan agar SPAB diintegrasikan dengan kegiatan wajib Pramuka dan pendidikan kebencanaan, karena memiliki nilai-nilai yang sama dalam membentuk kedisiplinan, empati, dan kemampuan bertindak cepat dalam kondisi darurat.
“Pramuka dan SPAB bisa berjalan beriringan, masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Dengan begitu, peserta didik lebih siap menghadapi situasi bencana secara nyata,” pungkas Rasiyo.
Editor : Setiadi