Lingkaran.net - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index atau P1) di wilayah perkotaan pada Maret 2025, menandakan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari garis kemiskinan.
Sementara itu, kondisi di pedesaan justru menunjukkan perbaikan, dengan indeks yang menurun dibanding periode sebelumnya.
Baca juga: Kontribusi Sektor Pertanian di Jatim Turun Sesuai Data BPS, Fraksi PAN: Butuh Dukungan Nyata
“Indeks kedalaman kemiskinan pada Maret 2025 di perkotaan mengalami peningkatan. Artinya, pengeluaran penduduk miskin semakin jauh dari batas minimum kebutuhan dasar,” ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, dalam siaran pers yang diterima, Jumat (25/7/2025).
Berdasarkan data BPS, Indeks P1 (kedalaman kemiskinan) di perkotaan naik dari 1,364 (September 2024) menjadi 1,365 (Maret 2025). Di sisi lain, pedesaan justru mencatat penurunan, dari 1,061 ke 0,981.
Angka P1 ini mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai P1, semakin besar defisit ekonomi masyarakat miskin dari standar kebutuhan dasar.
Sementara itu, kata dia, Indeks P2 (keparahan kemiskinan) di perkotaan juga meningkat dari 0,322 menjadi 0,427, menunjukkan distribusi pengeluaran yang makin timpang di kalangan masyarakat miskin kota.
Sebaliknya, di pedesaan nilai P2 menurun dari 0,245 ke 0,215, menandakan pemerataan pengeluaran yang sedikit membaik.
“Pola indeks keparahan sama. Indeks P2 di kota meningkat, sedangkan di desa menurun,” tambah Ateng.
Baca juga: 3,8 Juta Miskin Menurut BPS, 15 Juta Dicover BPJS: Ada Apa dengan Data Kemiskinan Jatim?
Secara nasional, perubahan indeks P1 dan P2 tidak terlalu signifikan antara September 2024 dan Maret 2025. Namun, perbedaan mencolok antara wilayah kota dan desa menjadi perhatian utama.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa ketimpangan ekonomi di kota makin melebar, sedangkan di desa justru menunjukkan tren perbaikan.
Hal ini bisa menjadi indikator bahwa upaya pemberdayaan masyarakat desa mulai membuahkan hasil, meskipun tetap diperlukan penguatan kebijakan inklusif.
Ateng menjelaskan bahwa indeks P1 dan P2 adalah indikator penting untuk memahami kualitas kemiskinan, bukan hanya jumlah penduduk miskin semata.
“Indeks keparahan kemiskinan atau P2 merupakan indikator sebaran. Apakah kondisi masyarakat miskin makin timpang atau semakin merata? Ini penting untuk mengukur efektivitas kebijakan,” jelasnya.
Naiknya angka P1 dan P2 di perkotaan menjadi alarm penting bagi pemerintah untuk meninjau ulang strategi penanggulangan kemiskinan perkotaan, khususnya di tengah tekanan inflasi, biaya hidup tinggi, dan akses terbatas terhadap layanan dasar.
Kesenjangan ekonomi perkotaan memerlukan pendekatan yang berbeda dari pedesaan.
Pendekatan seperti pelatihan keterampilan, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta dukungan UMKM dan sektor informal dapat menjadi kunci dalam mengurangi ketimpangan dan memperkuat ketahanan ekonomi keluarga miskin kota.
Editor : Setiadi