Lingkaran.net - Seorang warga Sidoarjo terpaksa membayar Rp10 juta kepada PT PLN (Persero) demi membuka blokir token listrik rumahnya.
Tagihan tersebut bukan tunggakannya sendiri. Namun tercatat atas nama dan ID pelanggan orang lain.
Baca juga: Santri di Sidoarjo Kini Bisa Cek Kesehatan Gratis, Wamenag: Ini Amanah Presiden
Peristiwa ini menimpa Gegeh Bagus Setiadi, warga Perumahan Citra Sentosa Mandiri (CSM), Desa Jambangan, Kecamatan Candi.
Awalnya, Gegeh mengaku kaget menerima surat resmi dari PLN ULP Sidoarjo Kota yang menagih pelunasan Piutang Ragu-Ragu (PRR) sebesar Rp 10.010.000.
“Awalnya kaget saya dapat surat dari PLN diminta membayar Rp10 juta untuk pelunasan PRR dengan ID pelanggan dan nama berbeda, tapi alamatnya sama,” ujar Gegeh, Senin (11/8/2025).
Perbedaan Nomor Rumah jadi Sumber Masalah
Gegeh curiga sumber masalah berasal dari perbedaan data alamat antara PLN dan Dispendukcapil. Dalam data PLN, nomor rumahnya memiliki tambahan huruf “A”, padahal pada dokumen resmi kependudukan tidak ada huruf tersebut.
Manager ULP Sidoarjo Kota, Arief Hartawan Putro, mengakui bahwa tagihan tersebut didasarkan pada persil rumah, meski ID pelanggan berbeda.
“Tagihan itu berdasarkan persil rumah, meskipun ID pelanggan berbeda,” terangnya, Senin (11/8/2025).
Harus Bayar Tagihan Orang Tak Dikenal
Merasa terdesak karena listrik diblokir, Gegeh akhirnya terpaksa membayar tagihan tersebut meski atas nama orang lain.
Baca juga: Pengakuan Pengurus Koperasi Merah Putih di Sidoarjo: Saya Tak Tahu Harus Apa
Menurut catatan, tagihan Rp10 juta itu berasal dari tahun 2017 atas nama Galih Ugahari.
Sementara Gegeh baru membeli rumah tersebut pada 2020 dengan ID pelanggan berbeda, atas nama Dwi Kustantoro.
“Ini yang membuat saya heran dan merasa janggal. Kok bisa ada perbedaan itu," Gegeh masih termenung.
PLN Akui ada Kasus Serupa
Menanggapi hal ini, Arief mengungkapkan bahwa kasus serupa tidak hanya menimpa Gegeh.
Baca juga: Perusak Halte Trans Jatim di Sidoarjo Ternyata Sarjana Pendidikan, Kini Dirawat di RS Menur
“Kalau beli rumah harus dicek dulu tagihan-tagihan PLN,” ujarnya.
Masalah belum selesai, Gegeh yang bersedia membayar tagihan orang lain juga diminta membuat surat pernyataan kesediaan membayar.
Token listriknya diganti menjadi sistem pascabayar, dengan alasan cicilan tagihan akan dimasukkan ke tagihan bulanan.
Meski keberatan, Gegeh mengaku tak punya pilihan lain. Ia pun berpesan agar peristiwan yang menimpanya bisa menjadi pelajaran bagi orang lain saat hendak membeli rumah.
“Dengan token, saya bisa atur pengeluaran listrik. Tapi katanya aturannya PLN seperti itu,” pungkasnya.
Editor : Zaki Zubaidi