Lingkaran.net - Program andalan transportasi publik Jawa Timur, Bus TransJatim, terancam tidak bisa beroperasi penuh hingga akhir tahun 2026. Pasalnya, anggaran operasional yang tersedia jauh dari kebutuhan riil, menyisakan kekhawatiran akan berhentinya layanan di pertengahan tahun depan.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur, Khusnul Arif, mengungkapkan bahwa kebutuhan dana untuk mengoperasikan TransJatim selama setahun penuh pada 2026 mencapai Rp260 miliar. Namun, pagu anggaran yang tersedia baru sekitar Rp160 miliar, sehingga terdapat defisit sekitar Rp100 miliar.
Baca juga: Sumpah Pemuda, Wakil Ketua DPRD Jatim Ungkap 4 Kunci Anak Muda Bersaing di Era Global
“Kalau tidak ada solusi, layanan TransJatim berpotensi hanya mampu bertahan sampai Juni atau Juli 2026,” ujar Khusnul Arif, Selasa (28/10).
Politisi Partai NasDem itu menegaskan, TransJatim merupakan program nyata dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Karena itu, persoalan kekurangan anggaran harus segera diselesaikan secara kolaboratif antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Bappeda, dan eksekutif.
“TransJatim ini program gubernur yang terlihat hasilnya di lapangan. Maka persoalan kekurangan Rp102 miliar itu harus tersolusikan. Saya yakin bisa, asalkan direncanakan sejak awal,” tegasnya.
Khusnul menyoroti adanya dana Rp6,8 triliun yang masih mengendap di kas Pemprov Jatim, sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Jumlah itu tertinggi kedua setelah DKI Jakarta.
Baca juga: DPRD Jatim Siap Sikat Judol, Pinjol, dan Sound Horeg, Perda Baru Segera Disahkan
“Angka Rp260 miliar itu sebenarnya tidak besar jika dibandingkan dengan dana mengendap. Maka saya berharap Banggar bisa menelaah ulang, dari mana dana tambahan itu bisa diambil,” kata Khusnul.
Meski berbagai opsi tengah dikaji, Khusnul mengingatkan bahwa setiap langkah penghematan membawa risiko sosial. Salah satunya, wacana pengurangan subsidi tiket TransJatim dari Rp5.000 menjadi Rp6.000.
“Kalau subsidi dikurangi, tentu ada risiko sosial. Citra pemerintah bisa dinilai kurang berpihak pada rakyat. Jadi semua opsi harus dikaji mendalam,” ujarnya.
Baca juga: DPRD Jatim Soroti Kawasan Hutan Gunung Bromo Gundul
Ia juga menegaskan bahwa pengurangan
armada atau pegawai sebaiknya dihindari, karena bisa berdampak pada kualitas layanan dan kepercayaan publik. Fokus utama, kata dia, adalah optimalisasi pengelolaan tanpa mengorbankan keberlanjutan program.
Sebagai solusi jangka panjang, DPRD Jatim tengah menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang keberlanjutan layanan transportasi publik. Salah satu poin penting adalah penguatan sumber pembiayaan melalui alokasi hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
“Sesuai PP Nomor 35 Tahun 2023, hasil penerimaan PKB harus dialokasikan paling sedikit 10 persen untuk pembangunan jalan dan moda transportasi umum. Ini yang akan kita dorong dalam Perda nanti,” jelas Khusnul.
Editor : Setiadi