Surabaya, Lingkaran.net Puncak musim kemarau yang melanda Jawa Timur mulai berdampak signifikan. Sebanyak 19 daerah telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Siaga Kekeringan.
Langkah ini diambil setelah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim melakukan analisis mendalam dan menemukan tanda-tanda kekeringan yang mengkhawatirkan.
Baca juga: Desa Rawan Bencana di Jatim Naik Jadi 5.254, Ini Daerah Paling Rawan
Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Gatot Soebroto, menyatakan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada kondisi nyata di lapangan.
"SK dikeluarkan setelah pemerintah setempat menemukan adanya tanda-tanda kekeringan," ujarnya, Jumat (12/7/2024).
Kekeringan Ekstrem: Ancaman Nyata
Pemerintah daerah dan BPBD setempat diminta untuk rutin melaporkan kondisi ketersediaan air di wilayah mereka.
Upaya ini penting untuk memastikan penyaluran bantuan air bersih dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran. Droping air bersih diharapkan mampu meringankan beban masyarakat yang terdampak.
Data tahun 2023 menunjukkan bahwa kekeringan ekstrem telah melanda 863 desa di 196 kecamatan, tersebar di 27 dari 38 kabupaten/kota di Jatim.
Kemarau panjang yang terjadi dari Mei hingga Oktober tahun lalu membuat warga setempat kesulitan mendapatkan air bersih, sehingga bantuan pemerintah menjadi sangat vital.
Baca juga: DPRD Jatim dan BPBD Gerak Cepat Tangani Banjir di Sidoarjo, Normalisasi Sungai Jadi Prioritas
"Tanahnya kering. Ini yang menyebabkan sumber-sumber air mampet," kata Gatot, menggambarkan situasi di lapangan.
Blitar Naik Status Tanggap Darurat
Selain 19 daerah yang menetapkan status Siaga Kekeringan, satu daerah di Jatim telah menaikkan statusnya menjadi Tanggap Darurat, yaitu Blitar.
"Yang sudah tanggap darurat baru satu daerah," ungkap Gatot. Langkah ini menunjukkan bahwa dampak kekeringan di Blitar lebih parah dibandingkan daerah lainnya.
Langkah Antisipatif dan Harapan Kedepan
Baca juga: Megathrust Mengancam, BPBD Jatim Pasang Sirine di Pesisir untuk Selamatkan Warga
BPBD Jatim terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat yang terdampak kekeringan.
Dengan prediksi bahwa jumlah daerah yang menerbitkan SK Siaga Kekeringan akan bertambah, antisipasi dini dan kerjasama antara pemerintah daerah dan pusat menjadi kunci dalam menghadapi krisis ini.
Kondisi ini menjadi pengingat pentingnya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan perlunya inovasi dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Masyarakat diharapkan tetap tenang dan mengikuti arahan dari pemerintah serta BPBD setempat untuk memastikan kebutuhan air bersih terpenuhi selama musim kemarau ini. Alkalifi Abiyu
Editor : Redaksi