Surabaya, Lingkaran.net Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuat gebrakan dalam dunia pendidikan. Sebanyak 56.647 pelajar yang gagal masuk sekolah negeri lewat jalur SPMB/PPDB akan tetap bisa melanjutkan pendidikan melalui jalur beasiswa ke sekolah swasta.
Namun, Ombudsman RI Perwakilan Jatim mengingatkan program ini harus diawasi ketat agar beasiswa tak jatuh ke tangan yang salah.
"Kami sangat mendukung langkah intervensi biaya pendidikan ini. Tapi kami minta, pengawasan harus ekstra. Jangan sampai yang tidak berhak justru menikmati beasiswa," tegas Kepala Ombudsman RI Jatim, Agus Muttaqin, Kamis (22/5/2025).
Langkah ini muncul setelah Dinas Pendidikan Jatim menyampaikan bahwa dari 682.252 lulusan SMP sederajat tahun ini, hanya 38 persen (261.396 siswa) yang bisa tertampung di sekolah negeri. Sisanyasekitar 420.856 siswa perlu diarahkan ke sekolah swasta.
"Tahun ini, kami ajak sekolah swasta terlibat langsung sejak proses SPMB. Sebagai bentuk komitmen, kami sediakan beasiswa penuh untuk 24.310 siswa, dan potongan biaya untuk 32.337 siswa lainnya," jelas Kepala Dinas Pendidikan Jatim Aries Agung Paewai.
Program beasiswa ini merupakan hasil kerja sama Pemprov Jatim dan SMA/SMK swasta, yang dikukuhkan lewat penandatanganan komitmen bersama dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2025.
Gubernur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan apresiasi kepada para kepala sekolah swasta yang bersedia memberikan kemudahan akses pendidikan bagi calon siswa kurang mampu.
"Tak boleh ada lagi anak Jatim yang putus sekolah karena tidak lolos SPMB atau tak mampu bayar sekolah. Itu prinsip kami," tegas Khofifah.
Namun di balik optimisme itu, Ombudsman mengingatkan potensi masalah klasik distribusi yang tak merata dan salah sasaran.
Oleh karena itu, Agus mendorong Dinas Pendidikan menggandeng Inspektorat Pemprov Jatim sebagai pengawas internal.
"Inspektorat harus menunjukkan taji. Kalau tak tertangani, kami di Ombudsman siap menindaklanjuti laporan masyarakat," ujarnya.
Besaran beasiswa yang disiapkan pemprov mencapai Rp 5,7 miliar, dengan nominal Rp 1 juta per siswa. Beasiswa ini hanya diberikan kepada siswa dari keluarga prasejahtera yang belum menerima bantuan pendidikan lain seperti Program Indonesia Pintar (PIP).
Kriteria penerima pun diperjelas: dari keluarga miskin, buruh berpenghasilan di bawah UMR, atau yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dengan sistem ini, diharapkan kualitas dan akses pendidikan di sekolah swasta tidak lagi dipandang sebelah mata. "Tidak ada lagi istilah sekolah negeri adalah segalanya. Sekolah swasta pun kini jadi bagian dari solusi pendidikan inklusif dan terjangkau," tandas Agus. Alkalifi Abiyu
Editor : Redaksi