Surabaya, Lingkaran.net Sengketa batas wilayah atas 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung masih belum menemukan kejelasan.
Padahal, menurut Pengamat Kebijakan Publik Umar Sholahudin, masalah ini seharusnya bisa diselesaikan tanpa harus menunggu campur tangan pemerintah pusat, apalagi jika Pemprov Jatim bersikap aktif.
Ini bukan konflik antarprovinsi, melainkan antar-kabupaten. Artinya, penyelesaian awal bisa dilakukan secara bilateral oleh Pemkab Trenggalek dan Tulungagung. Jika tak menemukan titik temu, barulah Pemerintah Provinsi Jawa Timur hadir sebagai mediator dan fasilitator, tegas Umar, Kamis (19/6/2025).
Namun sayangnya, hingga saat ini Pemprov Jatim terkesan pasif, bahkan cenderung melempar tanggung jawab ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jatim, Lilik Pudjiastuti, sebelumnya menyatakan bahwa penentuan status wilayah 13 pulau bukan menjadi kewenangan pemprov.
"Yang menentukan bukan kami, tapi Kemendagri," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengaku pihaknya tetap akan berkoordinasi lebih lanjut. "Terakhir kami rapat dengan Kemendagri pada Desember 2024. Dalam berita acara disebutkan bahwa 13 pulau masuk wilayah Trenggalek," tambah Lilik.
Padahal, secara legal formal, Keputusan Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 mencatat bahwa 13 pulau tersebut berada di wilayah administrasi Kabupaten Tulungagung. Hal itu pun sudah diperkuat dengan Perda RTRW Tulungagung Nomor 4 Tahun 2023.
Di sisi lain, RTRW Provinsi Jawa Timur (Perda Nomor 10 Tahun 2023) dan RTRW Kabupaten Trenggalek (Perda Nomor 15 Tahun 2012) tetap mencantumkan wilayah pulau-pulau tersebut berada dalam administrasi Trenggalek, tepatnya di Kecamatan Watulimo.
Ketidaksinkronan inilah yang menjadi sumber masalah. Seharusnya Pemprov Jatim bersikap aktif menyelaraskan kebijakan dan regulasi, bukan malah bersikap menunggu. Apalagi, konflik ini belum menyentuh aspek ekonomi atau sosial yang sensitif, jelas Umar.
Untuk diketahui, 13 pulau yang diperebutkan itu meliputi: Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo, Solimo Kulon, Solimo Lor, Solimo Tengah, Solimo Wetan, Sruwi, Sruwicil, dan Tameng.
Umar menekankan bahwa jika Pemprov tidak segera bersikap, dampaknya bukan hanya sebatas administrasi wilayah, tetapi juga akan menghambat perencanaan tata ruang, pengesahan RTRW daerah, dan program pembangunan yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Jangan tunggu masalah membesar dulu baru turun tangan. Peran Pemprov sebagai penengah harus dihidupkan lagi. Jika dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk dalam tata kelola wilayah di Jawa Timur, pungkasnya. Alkalifi Abiyu
Editor : Redaksi