Lingkaran.net - Terungkapnya praktik prostitusi remaja di Surabaya yang melibatkan pelaku dan korban di bawah umur memicu keprihatinan mendalam dari DPRD Kota Surabaya.
Anggota Komisi D, Abdul Ghoni Muklas Ni’am, mendesak Pemerintah Kota untuk segera mengambil langkah konkret memperkuat sistem perlindungan anak.
Baca juga: Hari ASI Sedunia, DPRD Surabaya: Menyusui Butuh Dukungan Ayah, Bukan Tugas Ibu Saja
Dalam kasus ini, seorang remaja menjual pacarnya yang baru berusia 16 tahun demi keuntungan Rp100 ribu per transaksi. Kasus tersebut dibongkar oleh Unit PPA Polrestabes Surabaya setelah penyelidikan terhadap jaringan prostitusi online yang menggunakan aplikasi pesan instan.
“Ini adalah kegagalan kita sebagai masyarakat dan negara dalam melindungi anak. Anak di bawah umur tidak seharusnya diperlakukan sebagai komoditas,” ujar Ghoni di Surabaya, Rabu (6/8/2025).
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, peristiwa ini merupakan tamparan keras bagi sistem perlindungan anak di Kota Pahlawan.
Ia mendorong Pemkot untuk meningkatkan pengawasan sosial, serta memperkuat deteksi dini terhadap potensi eksploitasi anak, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
“Ini menunjukan lemahnya deteksi dini di lingkungan dan keluarga. Harus ada langkah preventif yang terstruktur,” kata mantan aktivis PMII itu.
Baca juga: APBD Surabaya Defisit Lagi, DPRD Pertanyakan Langkah Pemkot Penuhi Target
Ghoni juga menyoroti peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB), yang menurutnya perlu lebih aktif dalam membangun sistem pengawasan sosial berbasis komunitas. Edukasi seksual sejak dini dan pemetaan wilayah rentan disebut sebagai langkah mendesak yang harus diperluas.
“Kami di Komisi D mendesak adanya pembaruan strategi perlindungan anak. Surabaya tidak boleh lalai lagi dalam membaca tanda-tanda kerentanan seperti ini,” katanya.
Selain itu, Ghoni menyoroti minimnya program rehabilitasi sosial dan psikologis bagi korban kekerasan seksual. Ia mengingatkan agar Pemkot tidak hanya fokus pada aspek penindakan hukum, tapi juga memastikan pemulihan menyeluruh terhadap korban.
Baca juga: Hari Anak Nasional 2025, Renny Pramana Serukan Sekolah Bebas Bullying
“Korban butuh perlindungan total, bukan hanya setelah kejadian tapi juga dalam proses pemulihan. Pemkot harus hadir penuh,” imbuhnya.
Menurutnya, kasus ini seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan perlindungan anak di Surabaya. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang tidak hanya administratif, tapi juga kultural dan edukatif.
“Kita sedang darurat moral. Tidak ada alasan menunda pembenahan total perlindungan anak di Surabaya,” tandasnya.
Editor : Setiadi