Lingkaran.net – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur secara resmi menetapkan fatwa haram terhadap sound horeg yang menimbulkan gangguan ketertiban umum, kebisingan melebihi ambang batas, serta diiringi aksi joget pria dan wanita yang mempertontonkan aurat.
Fatwa tersebut diputuskan usai sidang resmi Komisi Fatwa MUI Jatim, yang dilaksanakan beberapa hari lalu.
Baca juga: Fatwa Haram Sound Horeg Dikeluarkan, Pemprov Jatim Siapkan Aturan Khusus
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Sholihin Hasan, menjelaskan bahwa fatwa ini dirumuskan dengan melibatkan banyak pihak termasuk ahli kesehatan, perwakilan pemerintah daerah, pelaku usaha sound system, dan masyarakat yang terdampak.
Menurut KH Sholihin, penggunaan teknologi audio dalam kegiatan sosial dan budaya sejatinya boleh jika tidak melanggar syariat maupun mengganggu hak orang lain.
Namun, sound horeg dengan volume berlebihan hingga 120–135 desibel (dB), jauh di atas ambang batas aman WHO sebesar 85 dB, bisa berdampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan.
"Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar, memutar musik yang disertai joget pria dan wanita membuka aurat, baik di tempat tertentu maupun keliling pemukiman, hukumnya haram," tegas Kiai Sholihin, Senin (14/7/2025).
MUI Jatim juga mengeluarkan fatwa haram mutlak terhadap battle sound atau adu sound. Aktivitas ini dinilai menyia-nyiakan harta (tabdzir) dan menimbulkan mudarat kebisingan yang merugikan orang lain.
“Battle sound yang menyebabkan kebisingan ekstrem dan berpotensi merusak fasilitas umum serta menimbulkan kerugian, hukumnya haram secara mutlak. Jika terjadi kerugian, maka pelaku wajib mengganti,” tegasnya.
Meskipun demikian, MUI Jatim tidak melarang sepenuhnya kegiatan dengan sound system, terutama yang digunakan secara wajar dan untuk tujuan positif seperti pengajian, salawatan, dan resepsi pernikahan. Selama tidak menimbulkan mudarat dan bebas dari kemungkaran, maka hukumnya boleh (mubah).
"Artinya apa, MUI tidak mematikan usaha orang. Tapi tetap ada aturan dan rambu syariah yang harus dipegang," jelas KH Sholihin.
Editor : Setiadi