Lingkaran.net - Pemerintah Kota Surabaya mengambil langkah tegas dengan menyegel 97 totem reklame milik SPBU Pertamina yang tersebar di seluruh wilayah kota.
Tindakan ini dilakukan menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait tunggakan pajak reklame sejak tahun 2019 yang totalnya mencapai Rp 26 miliar.
Langkah penyegelan ini dikonfirmasi oleh Ekkie Noorisma A, Kepala Bidang Pajak Hotel, Restoran, PPJ, Reklame, Hiburan, dan Air Tanah Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya.
Ia menjelaskan bahwa penyegelan dilakukan dengan tanda silang merah dan pemasangan stiker kuning bertuliskan "Objek dalam Pengawasan" pada totem reklame milik SPBU.
“Sebetulnya, SPBU Pertamina sudah bayar pajak lainnya, tapi untuk pajak reklame belum dibayarkan sejak 2019,” ujar Ekkie dalam siaran persnya.
Tindakan ini mengacu pada Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Disamping itu, Peraturan Wali Kota Surabaya No. 33 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksana teknis.
Pemkot Surabaya sebelumnya telah mengirimkan surat peringatan kepada pengelola SPBU sejak awal Mei 2025.
Jika tunggakan tidak dilunasi dalam waktu 60 hari setelah pemasangan tanda silang, maka reklame akan dibongkar secara paksa.
“Hingga 17 Juli 2025, belum ada satu pun dari 97 SPBU yang menyelesaikan kewajiban pajaknya,” ungkap Ekkie.
Meski demikian, Ekkie menegaskan bahwa penyegelan hanya berlaku untuk reklame, bukan operasional SPBU. Pengisian BBM tetap berjalan normal.
Sementara, Ketua Umum Ranggah Rajasa Indonesia (RRI), Eko Muhammad Ridwan, mendesak Pemkot segera melakukan pembongkaran terhadap reklame SPBU yang masih menunggak.
“Jika setelah 60 hari tidak dibayar, Pemkot wajib membongkar reklame. Jangan sampai muncul dugaan penyelesaian di bawah meja atau gratifikasi,” tegas Eko.
Ia menilai bahwa ketegasan Pemkot akan membangun kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Pemkot saat ini sedang mengevaluasi permohonan keringanan yang diajukan oleh pengelola SPBU, termasuk Pertamina Patra Niaga dan Hiswana Migas DPC Surabaya.
Namun, BPK menolak opsi negosiasi dan merekomendasikan Pemkot untuk tetap menjalankan penagihan secara konsisten.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Baktiono, menyarankan agar persoalan ini dibahas melalui dengar pendapat di DPRD, guna mencari solusi terbaik yang tetap berpihak pada kepentingan publik.
Langkah penyegelan ini merupakan bagian dari komitmen Pemkot Surabaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan pembangunan kota dan peningkatan layanan masyarakat.
“Ini harus menjadi pelajaran bagi semua wajib pajak. Kewajiban tidak boleh ditunda,” pungkas Ekkie.
Editor : Setiadi