Lingkaran.net - Di tengah hamparan taman tropis AYANA Resort Bali, berdiri sebuah mahakarya arsitektur dan budaya yang kini menjadi pusat perhatian wisatawan dunia yakni SAKA Museum.
Terletak di Jalan Karang Mas Sejahtera, Jimbaran, museum ini dirancang menyerupai jarum kompas raksasa, merepresentasikan filosofi pangider bhuwana (sembilan arah kosmologi Bali).
Baca juga: Pesona Banyuatis, Desa Kopi di Bali yang Bikin Bule Eropa Kepincut
Lebih dari sekadar galeri seni, SAKA Museum hadir sebagai ruang kesadaran budaya yang memadukan tradisi dan modernitas.
Filosofi dan Arsitektur Bernuansa Spiritual
SAKA Museum mengusung konsep Tri Hita Karana, harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Nuansa spiritual begitu terasa melalui pencahayaan lembut, pemakaian batu granit serta batu vulkanik lokal, hingga adanya ruang meditasi yang terinspirasi dari esensi Hari Nyepi.
Bahkan tangganya diberi nama puitis Damuh Aksara, yang berarti “interior embun pagi”.
“Interior ini melambangkan keindahan alam setelah penyepian, simbol tetesan cahaya baru yang membawa pembaruan,” jelas Surya, pemandu museum kepada Lingkaran.net, Kamis (21/8/2025).
Koleksi Budaya dan Pameran Ikonik
Tema utama museum meliputi Nyepi, Subak, dan Panca Maha Bhuta (lima elemen alam). Koleksi permanennya mencakup manuskrip lontar, kalender tradisional, gamelan, serta artefak bersejarah seperti relief Cetra Masa yang melambangkan keheningan dan pemurnian.
Pameran perdana bertajuk “Walking Among the Giants” menampilkan sepuluh ogoh-ogoh monumental dari sembilan banjar lokal. Salah satu karya yang paling mencuri perhatian adalah patung Ravana setinggi 12 meter, sarat simbolisme spiritual dan dikerjakan dalam waktu hampir 2,5 bulan.
Selain pameran, museum juga dilengkapi Knowledge Center dan Perpustakaan Lontar yang menyimpan karya sastra klasik, termasuk A House in Bali karya Colin McPhee. Ada pula Auditorium dan East Gallery untuk seminar, pemutaran film, hingga kegiatan MICE.
Baca juga: Pegayaman, Desa Muslim Bersejarah di Bali yang Kaya Akulturasi
Galeri Subak: Kearifan Lokal dengan Sentuhan Modern
Lantai pertama museum menghadirkan Galeri Subak, dibagi dalam tiga tema: Nature (alam), Spiritual, dan Society (masyarakat). Melalui teknologi proyeksi interaktif dan game edukatif, pengunjung bisa memahami sistem irigasi tradisional Bali yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia.
“Anak muda biasanya senang mencoba game membuat canang atau mengatur aliran air subak,” kata Dayu Satya, pemandu museum.
Naik ke lantai dua, pengunjung akan menemukan Galeri Ogoh-Ogoh berisi karya jumbo dari seniman Bali, seperti Ida Bagus Nyoman “Gusman” Surya Wigenam hingga Komang Gede “Kedux” Sentana Putra.
Di sisi lain, ruang Kasanga menghadirkan aplikasi digital Palelintangan, yang bisa menampilkan wuku, karakter, hingga tokoh dengan sifat mirip berdasarkan tanggal lahir pengunjung.
Prestasi Mendunia
Sejak resmi dibuka untuk publik pada Agustus 2024, SAKA Museum langsung mencuri perhatian internasional. Museum ini meraih berbagai penghargaan prestisius, di antaranya:
- World’s Most Beautiful Museums 2025 versi Prix Versailles
- World’s Greatest Places 2024 dari TIME Magazine
- Top 100 Kyoto Global Design Awards atas inovasi dan keberlanjutan desain
“Awalnya hanya untuk tamu AYANA Resort, tapi karena banyak permintaan akhirnya dibuka untuk umum,” ungkap Tantri Aritha Sitepu, visitor engagement manager.
Daya Tarik Wisata Budaya Baru di Bali
Kini, rata-rata 200 pengunjung per hari datang ke SAKA Museum. Mayoritas berasal dari China, Jepang, dan Korea Selatan, sementara wisatawan lokal, terutama generasi muda banyak yang berkunjung untuk menikmati arsitektur sekaligus berfoto.
Dengan koleksi budaya yang kaya, teknologi modern, serta arsitektur ikonik, SAKA Museum bukan sekadar museum, melainkan ruang perenungan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan Pulau Dewata.
Editor : Setiadi