Sengkarut BPJS Kesehatan, Komisi D DPRD Surabaya akan Bahas Lebih Detil Persoalan di Lapangan

Reporter : Redaksi

Surabaya, Lingkaran.net Persoalan BPJS Kesehatan belum tuntas dibahas detil dalam sekali rapat di gedung dewan Surabaya.

Baca juga: DPRD Jatim: Selamatkan Warga Miskin dari Penghapusan Massal BPJS lewat Uji Petik

DPRD Surabaya akan kembali memanggil pihak terkait untuk membahas problem yang menyangkut hajat hidup masyarakat tersebut.

Ketua Komisi D DPRD Surabaya dr Akmawarita Kadir mengatakan pihaknya memetakan banyak problem BPJS Kesehatan di lapangan. Persoalan tersebut dinilai cukup kompleks.

Akma, sapaan Akmawarita Kadir, menyebut dewan akan menggelar rapat lanjutan untuk membahas berbagai temuan secara rinci. Rapat digelar dalam waktu dekat.

Semua akan kami bahas satu per satu, sebab permasalahan BPJS Kesehatan ini kompleks. Tidak bisa selesai satu hari, ujar Akma, Selasa (25/2/2025).

Menurutnya, hasil rapat yang digelar kemarin menghasilkan sejumlah temuan. Di antaranya soal klaim 144 penyakit yang masuk kategori pelayanan BPJS Kesehatan.

Politisi dari Fraksi Partai Golkar ini menyebut, pembatasan kategori tersebut dinilai tidak manusiawi karena menyebabkan pasien dalam kondisi darurat bisa ditolak oleh rumah sakit yang dikelola pemerintah.

Baca juga: 939 Ribu Peserta BPJS Kesehatan di Jatim Terancam Dicoret

Komisi D yang membidangi kesejahteraan rakyat (kesra) termasuk kesehatan, mengusulkan agar pengawasan di ruang UGD ditingkatkan dan menambah sistem konsultasi dokter jaga untuk memastikan klaim BPJS.

Soal rujukan, banyak pasien yang merasa diping-pong, tambahnya.

Selain itu, DPRD Surabaya juga menemukan indikasi klaim di rumah sakit yang dikelola pemerintah lebih mudah diterima dibandingkan dengan rumah sakit swasta.

Sehingga perlu ada transparansi dan standar yang lebih adil dalam proses klaim BPJS, tegasnya.

Baca juga: Dishub Surabaya Diminta Tambah Rute Feeder Wira Wiri, Baru Ada 11 dari Target 30

Kemudian, peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan juga belum bisa mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan atau klinik swasta. Mereka hanya bisa berobat di puskesmas.

Sedangkan, di kota/kabupaten yang lain, peserta PBI bisa memilih tempat berobat di klinik swasta atau puskesmas milik pemerintah. Dewan meminta agar kebijakan ini dievaluasi agar lebih fleksibel. (Rifqi Mubarok)

Editor : Redaksi

Internasional
Berita Populer
Berita Terbaru