Mengenang Telepon Umum: Koin Berlubang untuk Rayuan Gombal 

Reporter : Zaki Zubaidi
Ilustrasi. (Foto: AI)

Lingkaran.net - Telepon koin menjadi salah satu benda bersejarah yang penuh kenangan di era tahun 80-90an. Kala itu teknologi di negeri ini belum banyak yang menggunakan smart phone. 

Telepon hanya ada di rumah. Jika di luar rumah, untuk telepon bisa pergi ke wartel (warung telekomunikasi) atau ke telepon umum. Tidak banyak yang dikisahkan di wartel selain argo pulsa yang terkadang berjalan lebih cepat. 

Baca juga: Pemkot Madiun Gelar Maju Mendunia 2025, Simak Jadwalnya

Namun, di telepon umum, banyak cerita di sana. Kala itu uang logam masih sangat berharga. Uang logam adalah bagian penting dari sebuah komunikasi. Uang logam seratus rupiah (kalau tidak salah) bisa digunakan untuk bicara selama 6 menit. 

Bisa dibayangkan, untuk menelepon kekasih berlama-lama, seseorang harus membawa sekantong recehan. Saat dia berjalan menuju telepon umum, terdengar suara khas, criiikkk...criikkk....crikkk. 

Suara itu seperti sebuah nada indah untuk menuju lokasi bercinta jarak jauh, telepon umum. Demi melancarkan serangan rayuan gombal.

Dalam perkembangannya, ada juga kenakalan-kenakalan untuk membobol telepon umum koin agar satu logam seratus rupiah bisa digunakan telepon berjam-jam. 

Menggelikan, seperti seorang mafia telepon umum saat membawa uang logam dengan diikat benang. Butuh timing yang jitu agar koin dengan benang itu mengganjal dengan pas sehingga satu koin bisa membobol pulsa telepon berjam-jam. Bahkan, koin itu bisa diambil kembali, keluar dengan selamat dari boks telepon. 

Maka, jangan heran jika pada masa itu gampang dijumpai uang loga berlubang tepinya seperti liontin kalung. 

Baca juga: Kolaborasi ITS - Unair Perkuat Kepemimpinan Riset ASEAN Lewat Forum BCG 2025

"Wah , kalau tidak ahlinya, ga bisa menggunakan koin terikat benang itu," ujar Sakson sambil tertawa mengenang kelakuannya semasa kuliah di Fisip Universitas Airlangga angkatan 1997. 

Kenakalan "mafia" telepon umum koin ini ada yang lebih ekstrem. Ini dilakukan karena kebutuhan berkomunikasi dengan orang tua yang ada di luar pulau. 

Untuk kantong mahasiswa, telepon SLJJ tentu saja sangat memberatkan. Dasar akal kancil, selalu ada kenakalan yang kini bisa dikenang. Cara lain membobol telepon koin, yakni memutus sambungan kabelnya.  Sambungan itu dikoneksikan langsung dengan pesawat telepon rumahan. 

”Iya. Itu kelakuane arek-arek nek bengi. Telepon sampe subuh,” ujar Sakson sambil tertawa terpingkal-pingkal. 

Baca juga: Khofifah Mengupas Strategi Transformasi Kepemimpinan Modern di Unair

Nasib serupa juga terjadi pada telepon umum kartu. Kenakalan para mahasiswa bisa membuat kartu telepon itu ”sakti” karena pulsanya tidak habis-habis. Ciri fisik kartu telepon yang ”sakti” itu ada solitip yang menutup lubang plong tanda sisa pulsa. 

Berjualan kartu telepon ini juga menjadi bisnis sambilan para mahasiswa saat itu. Untuk yang sedang menjalani cinta jarak jauh, kartu telepon ”sakti” ini sangat bermanfaat untuk modal merayu pacar. Sedikit lebih bonafit dibanding rayuan modal koin recehan. 

Meski demikian, keduanya layak dikenang. Alat komunikasi yang masih berfungsi sebagaimana mestinya. Bukan alat komunikasi yang hanya digunakan untuk bermain game seperti saat ini.

 

Editor : Zaki Zubaidi

Politik & Pemerintahan
Berita Populer
Berita Terbaru