Lingkaran.net - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik pemotongan dana hibah di Jawa Timur sebesar 30 persen.
Dari jumlah tersebut, 20 persen diduga dialokasikan sebagai “ijon” kepada oknum anggota DPRD dan 10 persen menjadi keuntungan pribadi koordinator lapangan.
Baca juga: Fakta-Fakta Temuan KPK Soal Penyimpangan Dana Hibah Jatim
Temuan ini menjadi sinyal kuat bahwa sistem pengelolaan hibah di daerah masih rawan korupsi dan perlu reformasi menyeluruh.
Menurut juru bicara KPK Budi Prasetyo, dalam periode tahun 2023-2025, total anggaran hibah Pemprov Jatim mencapai Rp 12,47 triliun, dengan jumlah penerima mencapai lebih dari 20.000 lembaga.
Dana tersebut dialokasikan ke berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
Namun, dari hasil evaluasi KPK, pengelolaan dana hibah ini minim transparansi dan pengawasan, sehingga rawan dikorupsi.
"KPK mengidentifikasi sejumlah titik rawan penyimpangan dalam pengelolaan hibah, antara lain: Verifikasi penerima hibah tidak profesional, sehingga masih ditemukan pokmas fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas (nama, tanda tangan, dan NIK)," kata Budi dalam keterangannya yang diterima Lingkaran.net, Senin (21/7/2025).
Selain itu, pengaturan jatah hibah oleh pimpinan DPRD juga berpotensi menguntungkan pihak tertentu secara tidak wajar dalam pembahasan anggaran.
"Pemotongan dana hibah hingga 30% oleh koordinator lapangan, terdiri dari 20% untuk 'ijon' kepada anggota DPRD dan 10% untuk keuntungan pribadi," kata Budi.
Ada juga ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan proposal, akibat pengkondisian proyek oleh pihak luar.
Minim Pengawasan
Budi juga menyebut, penyaluran dana hibah ini minim pengawasan dan evaluasi. Hal ini terbukti dengan adanya 133 lembanga penerima hibah yang melakukan penyimpangan.
Baca juga: Komisi A DPRD Jatim Dorong Sinergi Polda dan BNN Sukseskan Program Lapas Bersinar
"Dengan total dana yang harus dikembalikan sebesar Rp 2,9 miliar, di mana Rp 1,3 miliar belum dikembalikan," kata dia.
Selain itu, Bank Jatim sebagai bank pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum memiliki prosedur pencairan hibah yang memadai, sehingga proses penyaluran dana hibah dilakukan seperti transaksi biasa tanpa verifikasi keamanan.
Rekomendasi KPK
KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemprov Jatim soal dana hibah ini, yang meliputi:
• Penajaman tujuan pemberian hibah agar selaras dengan program prioritas daerah;
• Penetapan kriteria penerima hibah yang selektif dan berbasis indikator terukur;
Baca juga: Komisi E DPRD Jatim Soroti Kasus Bullying di SMPN 3 Doko Blitar
• Transparansi dalam verifikasi dan seleksi penerima hibah,
• Pembangunan database terintegrasi antar pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.
• Penyaluran dana hibah juga perlu didukung teknologi sehingga digitalisasi sistem informasi hibah yang dapat diakses publik secara real time sangat diperlukan,
• Penguatan mekanisme pengawasan dan pelibatan masyarakat melalui kanal pengaduan publik; dan
• Kolaborasi dengan Bank RKUD untuk merancang mekanisme pencairan hibah yang akuntabel.
"Tak hanya untuk Pemda Jawa Timur, terkait penyaluran dana hibah secara umum KPK juga akan melibat sejumlah lembaga dan pemerintah pusat untuk merumuskan regulasi nasional terkait porsi hibah dalam APBD, menguatkan regulasi kriteria penerima hibah untuk mencegah manipulasi organisasi, menyusun data tunggal nasional berbasis NIK untuk verifikasi lintas instansi, membangun platform digital hibah yang terintegrasi antar instansi pusat dan daerah dan menyusun rekomendasi nasional pencegahan korupsi hibah dalam perencanaan dan penganggaran," kata Budi.
Editor : Setiadi