Lingkaran.net - Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mencatat sebanyak 70 laporan konsumen terkait transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sepanjang Januari hingga Juni 2025, jumlah ini menjadi yang tertinggi dibandingkan jenis aduan lainnya.
“Laporan ini menjadi yang tertinggi dibandingkan jenis aduan lainnya,” kata Ketua YLPK Jatim Said Sutomo, Selasa (22/7/2025).
Menurut dia, laporan konsumen tersebut meliputi sejumlah masalah, mulai dari barang yang diterima tidak sesuai pesanan, keterlambatan proses pengiriman, hingga barang yang sama sekali tidak dikirim kepada pembeli.
Bahkan, lanjut Said, terdapat satu laporan dari konsumen yang mengaku mengalami kerugian hingga Rp125 juta akibat barang yang tidak kunjung dikirim oleh penjual daring.
Berdasarkan penaksiran YLPK Jatim, kerugian konsumen dari puluhan laporan transaksi daring yang diterima pada semester pertama tahun ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
“Banyak konsumen yang sudah menyampaikan aduan ke aplikator, tapi tidak mendapat respons. Akibatnya, uang konsumen hilang,” kata Said.
Lebih lanjut, YLPK Jatim juga menghadapi kendala untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Pasalnya, mayoritas pedagang yang diadukan tidak memiliki kelengkapan data usaha, seperti spesifikasi barang atau jasa yang diperdagangkan, kejelasan pengiriman, hingga identitas pedagang yang sah.
“Bahkan banyak yang identitas pedagangnya saja tidak ada. Tidak jelas,” tutur Said.
Hal ini membuat YLPK kesulitan untuk mengirimkan surat permintaan tanggung jawab kepada pihak penjual.
Di sisi lain, sejumlah aplikator marketplace yang difasilitasi untuk jual beli daring juga dinilai kurang responsif dan cenderung mengabaikan keluhan konsumen.
Padahal, praktik jual beli daring yang tidak memenuhi ketentuan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Said menegaskan, aturan tersebut sudah memuat sanksi yang jelas bagi pelanggar, yakni pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp12 miliar.
Untuk itu, Said berharap pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dapat turun tangan dan menertibkan penjual yang tidak jelas legalitas dan identitasnya di platform daring.
“Komdigi harus mempertegas regulasi, termasuk kepada penyedia aplikasi. Misalnya mewajibkan alamat pedagang dan spesifikasi barang yang diperdagangkan. Komdigi juga perlu bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk memastikan semua pedagang daring memiliki sertifikat usaha,” tuturnya.
Editor : Setiadi